Minggu, 09 Maret 2014

Iverson dan Nomor Tiga Sixers yang Abadi

Allen Iverson tidak pernah membawa gelar juara NBA ke Kota Philadelphia. Dalam 12 musim yang ia habiskan bersama Philadelphia 76ers, prestasi terbaik yang ia berikan kepada Sixers hanyalah finalis NBA pada tahun 2001. Namun hal itu tidak menghalangi Iverson mendapatkan sebuah penghargaan terbaik yang bisa didapat seorang pemain, yaitu berupa pengabadian nomor jersey miliknya.
Iverson memang sudah menjadi pusat perhatian di awal kedatangannya ke Philadelphia. Maklum, statusnya adalah draft pilihan pertama yang pastinya membuat kedatangannya diiringi oleh ekspektasi tinggi tiap pendukung Sixers. Dan hal itu pun seolah dijawab Iverson dengan tanpa halangan berarti.
Gambar
Bermain di 76 pertandingan, Iverson mencatat rata-rata poin per game hingga 23,5 poin per game. Tentu saja hal ini merupakan sebuah pencapaian luar biasa yang tak semua pemain rookie bisa melakukannya. Karena itu tak heran jika akhirnya Iverson menjadi rookie of the year tahun 1997, mengungguli sejumlah nama rookie tenar lainnya macam Ray Allen, Steve Nash, hingga Kobe Bryant.
Berakhirnya era Michael Jordan dan Chicago Bulls di pengujung 1990-an pun membuat Iverson seolah menjadi salah satu bintang baru yang berpotensi besar menggantikan posisi Jordan sebagai magnet utama NBA. Apalagi di musim perdananya, Iverson sudah dikenal publik lewat keberhasilannya melakukan cross over di tengah pengawalan Jordan. Pesaingnya tentu saja Bryant yang merupakan rekan seangkatannya.
Gambar
Musim terus berganti dan Iverson pun terus menjadi bagian penting dari Sixers. Ia selalu mencetak rata-rata poin per game di atas 20 dan akhirnya mendapat kesempatan emas untuk mengantar Sixers juara pada musim 2000-2001. Lawannya di final tak lain adalah Bryant dan Los Angeles Lakers. Keduanya sama-sama menunjukkan perlawanan gigih, namun Bryant yang hadir dengan bantuan Shaquille O’Neal akhirnya sukses membawa Lakers mengalahkan Sixers. Harapan Iverson untuk memakai cincin juara pun menguap.
Gambar
Setelah itu, Iverson terus bermain di level atas. Tubuhnya yang kecil namun tak pernah gentar menghadapi lawan-lawan yang lebih besar membuat dirinya dikagumi oleh banyak orang. Gerakan crossover pun seolah menjadi trade mark dirinya. Gaya rambut Iverson plus cara berpakaiannya pun banyak ditiru oleh penggemar NBA. Dengan demikian, mutlak sudah nama Iverson sebagai pemain NBA paling berpengaruh di awal dekade 2000-an. Berbagai penghargaan individu telah dia raih, mulai dari MVP NBA, MVP All Star, pencetak poin terbanyak selama empat musim, hingga pencetak steals terbanyak selama tiga musim. Namun di balik itu semua, tak ada satu pun gelar NBA yang ia menangi.
Hal itulah yang kemudian membawa Iverson pada keputusan untuk pergi meninggalkan Philadelphia, meninggalkan kota yang begitu ia cintai. Iverson hijrah ke Denver Nuggets dan bergabung dengan Carmelo Anthony sebagai duet maut mesin angka NBA. Harapan Iverson jelas, memenangi trofi NBA untuk pertama kali sepanjang karirnya.
Meski tergolong masih hebat dalam urusan mencetak angka, namun performa Iverson tetap menurun jika dibandingkan saat ia berseragam Sixers. Dua musim perdana di Nuggets ia masih sukses mencetak rata-rata poin di atas 20 poin per game, namun memasuki musim ketiganya di Nuggets, yaitu musim 2008-2009, Iverson untuk pertama kalinya mencatatkan poin per game di bawah 20, yaitu dengan 18,7 poin per game.
Setelah momen itu, performa Iverson terus merosot. Ditambah dengan masalah keluarga yang menghampirinya, Iverson tak pernah lagi tampil 100 persen saat berkostum Detroit Pistons, Memphis Grizzlies, hingga saat ia kembali ke Sixers di musim 2009-2010. Saat mencoba peruntungan di Besiktas, Iverson pun tak pernah kembali ke ritme permainan miliknya. Alhasil, Iverson pun kemudian memutuskan untuk meninggalkan dunia yang sudah membesarkan namanya.
“The passion for basketball is still there, but the desire to play is not.”
Itulah kalimat yang diucapkan oleh Iverson ketika dirinya mengumumkan pengunduran diri dari dunia bola basket pada akhir Oktober tahun lalu. Tempatnya di Wells Fargo Center, markas Sixers yang merupakan taman bermain Iverson sejak dulu kala. Taman bermain yang sempat ia tinggalkan di pertengahan karirnya. Sebuah keputusan yang entah disesalinya atau tidak.
“I’ll always be a Sixer until I die.”
Fans Sixers pun langsung memberikan standing ovation kepada Iverson. Iverson mungkin memang pernah pergi dari Sixers dan itu menyakitkan, namun cinta pendukung Sixers pada Iverson sudah terlanjur melekat. Iverson selalu disambut bagai pahlawan ketika ia kembali ke Wells Fargo Center.
Gambar
Dan ketika Sixers mengumumkan akan mengabadikan nomor 3 milik Iverson di Wells Fargo Center dan tak akan pernah memberikannya lagi untuk pemain lainnya sampai kapanpun, semua pun mendukung keputusan tersebut. Hal ini terlihat jelas dari seremoni proses pengabadian jersey nomor tiga milik Iverson. Bahkan 12 kekalahan beruntun yang sedang diderita Sixers di NBA saat itu tetap tak menyurutkan fans Sixers untuk memberikan pesta meriah sebagai tanda penghormatan kepada Iverson. Sekitar 20 ribu orang memadati Wells Fargo Center dan tak henti-hentinya memberikan tepuk tangan setiap Iverson selesai berkata-kata.
Gambar
“It feels good, but some part of my heart hurts because I know it’s over.”
Iverson mungkin merasa sedih karena karirnya di NBA kini sudah berakhir. Namun ia pasti bahagia karena aksi-aksinya selama berkostum Sixers akan terus dikenang sepanjang masa. Setiap saat orang yang masuk ke Wells Fargo Center dan melihat kostum nomor 3 milik Iverson tergantung di langit-langitnya, saat itu pula orang akan mengingat bahwa di arena ini pernah ada pemain yang bergerak lincah di lapangan, tak gentar menghadapi lawan, dan tak bosan-bosannya mencetak poin demi poin bagi Sixers. Iverson memang tak memberikan cincin juara, namun hal itu tak menghalangi Sixers dan para pendukungnya memberikan keabadian cinta mereka terhadap dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar