Kamis, 25 Juli 2013

Cipayung Bukan ‘Dan Merekapun Hidup Bahagia Selamanya’



‘Dan Merekapun Hidup Bahagia Selamanya.’

Kalimat itu adalah kalimat pemungkas yang sering ada dalam cerita dan dongeng-dongeng zaman dulu. Dengan menggemanya kalimat itu, sebuah perjalanan panjang, perjuangan yang menyakitkan, berakhir dengan sebuah kebahagiaan yang terus dikenang.

Kalimat ini jelas diperuntukkan bagi mereka yang telah melewati tantangan dan mencapai tujuan besar dalam hidupnya. Dengan hal itu pula, maka pelatnas Cipayung bukanlah tempat dimana atlet bisa nyaman dalam bernaung dan berdiam. Kalimat ‘Dan Merekapun Hidup Bahagia Selamanya,’ tidaklah cocok dialamatkan kepada para penghuni Pelatnas Cipayung, tempat yang sejak tahun 1990-an menjadi kawah pembinaan para pebulu tangkis Indonesia.

Cipayung seharusnya bukan menjadi tempat yang ‘nyaman’ dan para penghuninya harus sadar benar akan hal itu. Posisi mereka sebagai anggota pelatnas Cipayung itu bukan merupakan sesuatu yang abadi, melainkan sesuatu yang dipertaruhkan oleh reputasi yang mereka miliki. Durasi mereka di pelatnas Cipayung itu bukan sebuah kepastian melainkan tergantung penampilan.

Karena itu, para penghuni pelatnas Cipayung sebaiknya membuang jauh-jauh rasa puas ketika mereka telah mendapatkan label sebagai pemain tim nasional dengan masuk sebagai anggota pelatnas Cipayung. Menjadi anggota pelatnas, sejatinya bukan hanya mendapat kehormatan sebagai calon pengharum nama bangsa. Menjadi anggota pelatnas, itu berarti sang pemain juga semakin dituntut profesionalisme mereka sebagai pemain bulu tangkis.

Di luar soal dan perihal mengharumkan nama bangsa, para atlet bulu tangkis pelatnas jelas tak ubahnya seperti pekerja profesional lainnya. Mereka dikontrak dengan besaran nominal yang sebanding dengan prestasi yang telah mereka raih. Semakin banyak deretan prestasi yang bisa mereka sebutkan, semakin banyak rupiah yang mereka dapatkan. Terlebih dengan sistem sponsor individu seperti saat ini, maka atlet bisa semakin memperkaya diri.

Jadi, jangan jadikan pelatnas tujuan akhir dalam karir mereka sebagai pebulu tangkis. Jangan merasa gembira berlebihan ketika menyandang status sebagai atlet pelatnas. Masuk pelatnas, itu bukan akhir dari tujuan melainkan setengah jalan menuju impian.

Mereka harus ingat berapa ratus orang atau bahkan mungkin ribu orang yang mereka sisihkan dalam perjuangan mereka mendapatkan tiket menuju Cipayung. Tiap tahunnya, Cipayung mungkin hanya menerima sekitar 20 anggota baru jadi yang ada di pelatnas ini memang orang-orang yang benar-benar telah melewati persaingan yang tak mudah.

Jadi, di tengah suasana keakraban dan penuh persahabatan yang ada di Cipayung, para pemain harus tetap sadar bahwa satu sama lain dari mereka adalah saingan. Mereka bisa bersahabat dengan saling memotivasi dengan tidak mau kalah satu sama lain.

Atlet adalah profesi yang paling riskan di Indonesia. Terkenal saja belum tentu hidup nyaman setelah pensiun, apalagi yang hanya kelas semenjana. Karena itu, para pemain sudah harus memiliki pola pikir untuk fokus sepenuhnya terhadap profesi ini dan bukan malah terlena di tengah jalan ketika status pemain pelatnas dalam genggaman.

Memang dengan tingkat kesejahteraan yang ada saat ini, para atlet level menengah di pelatnas bulu tangkis pun sudah bisa hidup dalam ukuran nyaman untuk tingkat orang Indonesia pada umumnya. Namun yang mesti diingat durasi usia atlet rata-rata mungkin hanya sekitar 10 tahun. Jika ia dinilai tak berkembang, ia bahkan bisa saja tak bertahan lama di Cipayung dan berkarir kurang dari kurun waktu tersebut.

Kerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki di hari-hari mereka sebagai anggota pelatnas, baik saat latihan maupun saat pertandingan, sehingga nantinya jika memang sang atlet harus keluar dan terdepak dari pelatnas, ia bisa keluar dengan kepala tegak karena sudah memberikan seluruh kemampuan yang ia punyai. Jangan sampai para atlet keluar dari pelatnas dengan diiringi ratapan dan penyesalan karena merasa tak optimal dalam keseharian atau merasa tak mengeluarkan kemampuan secara maksimal.


Kerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki di hari-hari mereka sebagai anggota pelatnas, baik saat latihan maupun saat pertandingan, karena bisa jadi itu adalah langkah-langkah kecil mereka yang diulang-ulang menuju prestasi-prestasi besar. Sehingga nantinya trofi-trofi dan medali-medali yang mereka raih sepanjang karir itu bisa menjadi juru bicara bagi sang pemilik yang telah gantung raket dengan berkata,’Dan Ia (mereka) hidup bahagia selamanya.’ Bukan di Cipayung, melainkan di kehidupan mereka seutuhnya sebagai seorang atlet.

-Putra Permata Tegar Idaman-