Rabu, 18 Desember 2013

Gelombang Besar Ahsan/Hendra

Kamis, 27 Desember 2012 posisi Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan tak terdeteksi di halaman awal peringkat ganda putra di situs resmi Badminton World Federation (BWF). Lanjut ke halaman kedua, nama mereka pun belum ada, pun begitu ketika halaman selanjutnya ditelusuri. Nama mereka baru ada di halaman keempat, yang memuat para pemain dengan peringkat 76-100 dunia, tepatnya di peringkat 78 dunia.

Ketika itu, Ahsan/Hendra yang baru dipasangkan usai Olimpiade London 2012 ini belum menunjukkan perkembangan permainan yang signifikan. Satu kali semifinal (Denmark Super Series Premier), satu kali babak 16 besar (Prancis Super Series), dan satu kali perempat final (Hong Kong Super Series) adalah hasil yang dicatat Ahsan/Hendra dalam tiga turnamen yang mereka ikuti di sisa tahun 2012. Karena itu wajar banyak yang menganggap kiprah Ahsan/Hendra hanyalah berupa gelombang kecil di lautan yang tak akan menggemparkan dunia.

Status Ahsan/Hendra sebagai gelombang kecil di lautan pun terus berlanjut di semester awal tahun 2013 meski mereka memenangi Malaysia Super Series 2013. Penyebabnya tak lain karena mereka tak mampu menjadi juara di All England dan malah tak tampil berpasangan di Piala Sudirman 2013 karena Ahsan mengalami cedera.

Kiprah kehebatan mereka baru terasa di semester kedua tahun 2013. Dimulai dengan menjuarai Indonesia Super Series Premier 2013 di debut turnamen mereka pasca cedera Ahsan, duet Ahsan/Hendra terus mengamuk dan memenangi turnamen-turnamen lainnya mulai di Singapura Super Series, Kejuaraan Dunia 2013, dan Jepang Super Series secara beruntun. Meski setelah itu performa mereka agak menurun, namun tahun 2013 berhasil mereka tutup dengan sempurna melalui titel juara BWF World Super Series Finals 2013. Peringkat nomor satu dunia pun berhasil mereka genggam di tahun ini. Ahsan/Hendra yang masih berupa gelombang kecil pada akhir tahun lalu kini sudah menjelma menjadi gelombang besar yang ditakuti oleh banyak orang.

Lalu, apakah Ahsan/Hendra meraih kesuksesan ini dengan cara instan? Jawabannya tentu tidak. Hendra memang pemain papan atas dunia dan Ahsan sering disebut-sebut sebagai pemain penuh talenta namun mempersatukan mereka bukanlah seperti matematika dimana menambahkan lima dengan lima maka kita akan mendapatkan angka sepuluh. Masih banyak faktor-faktor lainnya di balik kesuksesan mereka berdua sampai kombinasi mereka menjelma menjadi angka sepuluh dan dinilai orang sebagai pasangan yang sempurna.

Yang pertama Hendra. Jelas sulit baginya untuk menemukan motivasi untuk berprestasi setelah ia meraih hampir semua gelar bergengsi yang ada di dunia bulu tangkis bersama Markis Kido mulai dari berbagai turnamen super series hingga titel juara dunia, dan meraih medali emas mulai dari level SEA Games, Asian Games, hingga Olimpiade.

Saat awal kembali ke pelatnas pasca gagal lolos ke Olimpiade London 2012, kondisi fisik Hendra sendiri berada dalam kondisi yang tidak bagus. Staminanya merosot dan bobot tubuhnya pun tidak ideal seperti saat masa jayanya. Beruntung, Hendra tidak kehilangan motivasinya untuk berprestasi dan itulah modal utama Hendra untuk membenahi semuanya.
Ia kembali berlatih lebih keras untuk mengembalikan fisik dan staminanya. Ia berlatih keras untuk membuat ideal bobot tubuhnya. Ia berlatih keras untuk kembali mempertajam tekniknya. Dan ia berusaha keras untuk bisa berperan sebagai pembimbing Ahsan mengingat porsi dirinya dalam duet Ahsan/Hendra adalah sebagai seorang senior, beda dengan porsi sejajar yang dimilikinya saat berduet dengan Kido.

Ahsan sendiri pun melalui perjuangan yang tidak mudah. Ia hanya berlabel sebagai pemain 10 besar saat berduet dengan Bona Septano tanpa mampu menapak ke level yang lebih tinggi. Diputuskan berduet dengan Hendra yang berlabel super star, jelas beban lebih besar ada di pundak Ahsan.
Namun kembali motivasi untuk berprestasi menjadi modal utama Ahsan untuk mengatasi semua rintangan yang ada. Ahsan berlatih keras untuk bisa menjadi partner yang pas untuk Hendra. Ahsan berlatih keras untuk mempertajam smes andalan miliknya. Dan yang paling penting Ahsan berusaha keras untuk menguatkan mental dan bisa tampil percaya diri saat berada di sisi lapangan yang sama dengan Hendra.

Kini, di akhir tahun 2013 mereka telah mereguk hasil kerja keras mereka. Status sebagai ganda putra terhebat di dunia plus puja-puji dari seluruh negeri mereka dapatkan lewat perjuangan yang panjang meskipun hanya memakan waktu yang singkat. Tugas mereka setelah ini adalah menegaskan bahwa mereka, Ahsan/Hendra, adalah gelombang besar yang berbahaya dalam waktu lama, bukan gelombang besar yang muncul karena momentum sesaat lalu kemudian reda.

 -Putra Permata Tegar Idaman-

Rematch Atau Gantung Sarung Tinju, Chris John?

Dalam beberapa pertempuran yang sudah dilewati, Sang Naga mampu bertahan dari serbuan para samurai dari Jepang sekaligus menaklukkan mereka. Selain itu, Sang Naga juga sukses bertahan dari gempuran ksatria-ksatria dari dataran Amerika dan mengalahkannya. Namun ternyata, Sang Naga itu akhirnya takluk di hadapan Simpiwe Vetyeka, seorang pejuang tangguh dari Afrika Selatan.
Chris ‘The Dragon’ John bagaimanapun telah mengharumkan nama Indonesia di kancah tinju dunia. Lewat dirinya yang berstatus sebagai super champion kelas bulu WBA, nama Indonesia bisa terus mengemuka di dunia dalam satu dasawarsa terakhir. Namun sebagaimana layaknya manusia biasa, Chris John pun memiliki batas dalam dirinya.
Saat naik ring melawan Vetyeka akhir pekan lalu, usia Chris John sudah ada di angka 34 tahun, usia yang tentunya sudah tidak muda lagi untuk ukuran seorang petinju. Dengan demikian, jelas gerakan tubuh, power pukulan, dan lain sebagainya dalam diri Chris John berbeda jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dimana ia berusia lebih muda. Lewat pertarungan yang berjalan hingga enam ronde, akhirnya Chris John pun bertekuk lutut di hadapan Vetyeka. Sebuah kekalahan pertama yang dialami Chris John dalam karirnya sebagai seorang petinju.
Yang menarik usai kekalahan Chris John ini sendiri adalah bagaimana Chris John mengambil keputusan setelah ini. Apa yang akan dilakukan Chris John terhadap karir bertinjunya? Apakah ia akan tetap berdiri di atas ring sebagai seorang petinju ? Atau meninggalkan arena tinju yang telah membuatnya dikenal dunia seperti sekarang?
Berbicara ke belakang, niatan Chris John untuk mundur dari dunia tinju sepertinya sudah mulai mengudara sejak dua tahun belakangan. Dalam konferensi pers melawan Shoji Kimura setahun yang lalu, Chris John menyebut bahwa durasi karirnya di ring tinju hanya berkisar lima pertandingan lagi. Ucapan itu pun kemudian dihubungkan dengan rekor milik Eusebio Pedroza yang mampu mempertahankan gelar juara dunia kelas bulu WBA dalam 19 pertarungan. Padahal ketika itu, sang istri Anna Maria Megawati pun sempat meminta Chris John untuk mundur dengan alasan sudah terlalu lama Chris John berkarir sebagai seorang petinju.
Andai menang melawan Vetyeka kemarin, Chris John sendiri sukses menyamai rekor Pedroza dengan 19 kali pertandingan mempertahankan gelar. Dengan demikian maka Chris John tinggal butuh satu kemenangan lagi untuk berdiri sendirian sebagai pemegang rekor itu. Namun nasib berkata lain. Perjuangan Chris John harus terhenti di angka 18 dan harus menerima nasib berada di bawah Pedroza untuk rekor yang satu ini.
Nah, jika Chris John ingin tetap kembali bertinju, rasanya satu-satunya kemungkinan yang masuk di akal adalah dengan mengadakan rematch melawan Vetyeka. Terlalu lama bagi Chris John jika dirinya harus menjalani pertarungan-pertarungan lainnya dalam sisa karirnya. Karena memang Chris John sudah membuktikan diri sebagai petinju hebat dan satu-satunya urusan yang belum selesai baginya adalah urusan dengan Vetyeka yang mengalahkannya kemarin.
Namun untuk rematch sendiri, Chris John tidak mesti buru-buru dan gegabah mengambil keputusan. Ia harus menilai benar apakah kekalahan kemarin itu terjadi karena persiapan yang kurang bagus ? Apakah kekalahan itu terjadi karena kondisinya kurang bagus di atas ring? Apakah kekalahan tersebut terjadi karena ada sebab lain yang tak biasa ia alami dalam sebuah pertandingan?
Tetapi jika ia sudah berlatih keras dan menjalani masa persiapan dengan sangat baik dan performanya di atas ring kemarin adalah level terbaiknya sebagai seorang petinju, maka keputusan untuk melakukan rematch perlu dipikirkan lagi. Karena jika ia kemarin sudah benar-benar mengeluarkan 100 persen kemampuan yang ia miliki, maka butuh usaha keras dan luar biasa bagi Chris John untuk mempersiapkan diri jika ia benar-benar ingin melakukan rematch. Istilah kata, jika kemarin persiapan Chris John sudah 100 persen dan ia kalah, maka persiapan untuk rematch harus 200 persen untuk bisa tampil lebih bagus di rematch nanti.
Dan kalaupun akhirnya Chris John memilih untuk gantung sarung tinju setelah ini, maka keputusan itu tetap layak untuk diapresiasi. Satu kekalahan di akhir karir tidak akan merusak citra diri Chris John sebagai petinju terhebat sepanjang sejarah tinju Indonesia sejauh ini. Ia mampu menjadi juara dunia kelas bulu WBA dalam kurun waktu 10 tahun dan dianugerahi gelar super champion. Namanya akan abadi dalam sejarah dunia tinju Indonesia bersama rekaman-rekaman kehebatannya di atas ring dan rekor-rekor miliknya.

-Putra Permata Tegar Idaman-