Seri turnamen super series/super series premier BWF 2013 telah berakhir. Sebuah kesimpulan pun
bisa dengan mudah diambil, Indonesia benar-benar mengandalkan Mohammad
Ahsan/Hendra Setiawan dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir untuk urusan meraih
gelar. Di luar nama itu, masih belum ada nama yang benar-benar menggigit dan
tampil sebagai andalan. Jika berbicara jauh ke Olimpiade Rio de Janeiro 2016,
maka Indonesia pun menghadapi dilema dan pertanyaan, mampukah Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana
bertahan sampai kesana? Atau mampukah pemain lainnya berdiri sejajar dengan
mereka dan dijadikan andalan meraih titel juara?
Tahun 2013 ini adalah tahun titik tolak Ahsan/Hendra setelah
mereka dipasangkan pada bulan September 2012. Mereka meraih empat gelar juara
plus titel juara dunia. Peringkat nomor satu dunia pun sukses digenggam oleh
mereka.
Tontowi/Liliyana pun sukses membuat tahun 2013 sebagai tahun
kebangkitan usai mereka gagal di Olimpiade London 2012 lalu. Mereka meraih
empat gelar super series termasuk titel All England plus gelar juara dunia. Lalu
mampukah kedua pasangan ini bertahan dalam persaingan papan atas dan tetap
menjadi andalan hingga 2016 mendatang? Yang pasti, Indonesia tentunya tak mau tragedi
tanpa medali emas atau bahkan tanpa medali yang menimpa tim bulu tangkis
Indonesia di Olimpiade London 2012 kembali terulang di Rio de Janeiro nanti.
Pada tahun 2016 mendatang, Hendra sudah berusia 32 tahun
sedangkan Ahsan 29 tahun. Untuk Liliyana, dirinya akan berusia 31 tahun
sedangkan Tontowi menginjak angka 29 tahun. Jelas, bukan lagi sebuah umur yang
muda bagi seorang atlet. Secara fisik, mereka pasti mengalami penurunan
meskipun sejauh mana penurunan itu tetap tergantung bagaimana mereka mampu
menjaga kondisi mereka. Namun di samping itu, ada pula faktor konsentrasi dan
kejenuhan secara pikiran dan fokus. Bertahun-tahun diandalkan dalam tiap
turnamen besar, hal itu tentu bukan masalah yang mudah bagi Ahsan/Hendra dan
Tontowi/Liliyana. Terlebih bagi Hendra dan Liliyana yang sudah menjadi andalan
dalam satu dekade terakhir.
Bagi Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana sendiri, waktu kurang
dari tiga tahun ke depan menuju Olimpiade Rio de Janeiro 2016 jelas merupakan
waktu yang panjang. Sebelum diplot sebagai andalan untuk Olimpiade, mereka
sudah harus terus-menerus dibebani sebagai andalan di ajang-ajang besar.
Contohnya saja untuk tahun 2014, Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana sudah pasti
akan dibebankan target menjadi juara untuk All England, Kejuaraan Dunia, dan
juga Asian Games. Konsistensi dua ganda ini akan terus mendapatkan tantangan.
2014 ini juga mungkin bisa jadi semacam tahun ujian bagi
Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana. Jika mereka masih mampu menyelesaikan beban
target itu dengan baik, maka status Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana di akhir
2014 nanti masih layak dibebankan sebagai andalan untuk meraih medali emas di
Olimpiade 2016. Meskipun, setelah itu kembali masih ada 1,5 tahun tersisa bagi
mereka untuk mempertahankan konsistensi dan kembali diuji oleh pertanyaan yang
sama hingga beberapa bulan jelang Olimpiade nanti.
Cara terbaik yang diinginkan Indonesia untuk mengatasi
solusi ini jelas berharap PBSI bisa secepatnya menemukan andalan baru yang bisa
selevel dengan Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana. Jika itu terwujud, maka
peluru emas yang dimiliki Indonesia akan lebih banyak. Dengan demikian, maka
otomatis secara psikologis beban Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana juga
berkurang.
Namun melihat fakta yang tersaji tahun ini, jelas belum ada
pemain lainnya yang benar-benar bisa jadi andalan. Sebagai gambaran saja, di
luar Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana, hanya Tommy Sugiarto, Sony Dwi Kuncoro,
Pia Zebadiah/Rizki Amelia Pradipta, dan Markis Kido/Pia Zebadiah yang lolos ke
BWF Super Series Finals tahun ini. Kualifikasi menuju BWF Final Super Series sendiri
dilihat dari performa para pemain di turnamen super series/super series premier
tahun ini, sehingga pemain yang tidak lolos jelas bisa disimpulkan bahwa
dirinya belum bermain baik tahun ini. Fakta bahwa Pia/Rizki dan Kido/Pia
bukanlah anggota pelatnas plus Sony adalah pemain yang tergolong sudah veteran,
maka hanya Tommy yang benar-benar bisa dibilang sebagai perwakilan dari
generasi muda yang ada di pelatnas.
Bagi para pemain dari generasi masa depan, yaitu Tommy dan
kawan-kawan di pelatnas, waktu tiga tahun kurang ke depan adalah waktu yang
sangat singkat. Mereka dituntut untuk bisa terus meningkatkan prestasi di waktu
yang ada. Jika turnamen super series saja sulit untuk mereka menangi, maka
jelas jalan berat menuju Olimpiade bagi mereka akan menanti. Jika mereka gagal
masuk papan atas di 1-2 tahun mendatang, maka sulit berharap nantinya di
Olimpiade mereka bisa jadi andalan. Pembuktian diri harus terus menerus mereka
lakukan agar mereka bisa jadi tumpuan harapan.
Sekali lagi, bagi Ahsan/Hendra dan Tontowi/Liliyana, waktu
menuju Olimpiade Rio de Janeiro masihlah sangat panjang. Sementara bagi Tommy
dan kawan-kawan, mereka terus diburu waktu yang berlari begitu cepat.
-Putra Permata Tegar Idaman-