Rabu, 22 Mei 2013

‘Shuttlecock itu (Mudah-mudahan Juga) Bundar’




Tak ada sesuatu yang pasti di dunia ini, termasuk dalam hal dunia olahraga. Semua kemungkinan masih bisa terjadi dalam sebuah pertandingan, tak terhitung seberapa besarnya beda kekuatan kedua tim di atas kertas.
Banyak contoh hebat di dunia olahraga semisal keberhasilan Liverpool mengalahkan A.C Milan di Final Liga Champions 2005 meski di babak pertama sudah tertinggal 0-3, atau saat Detroit Pistons menaklukkan Los Angeles Lakers di final NBA 2004. Tak perlu banyak disebutkan, sudah banyak contoh olahraga permainan yang diliputi keajaiban sehingga banyak orang berkata bahwa bola itu bundar.

Lalu bagaimana dengan bulu tangkis? Bulu tangkis merupakan olahraga permainan namun shuttlecock yang digunakan sebagai tidaklah bundar. Apakah dengan begitu tidak ada keajaiban?

Berbicara bulu tangkis, dalam hal ini dibatasi pada ranah kejuaraan beregu seperti Piala Thomas, Uber, dan Sudirman, memang sedikit berbeda dibandingkan olahraga permainan lainnya macam sepak bola, bola basket, atau bola voli.

Di tiga olahraga tersebut, semua komponen dalam tim bersatu dan bermain bersama. Misal dalam sepak bola tim lemah memilih strategi menumpuk banyak pemain di pertahanan dan mengandalkan serangan balik. Hal itu berbeda dengan bulu tangkis dimana tiap pemain tetaplah bermain sendiri-sendiri menghadapi lawan masing-masing.

Namun bukan berarti karakteristik seperti itu tidak berpotensi menghadirkan kejutan. Kesuksesan Indonesia di Piala Sudirman 1989 dan kegagalan Indonesia di Piala Sudirman 1995 sudah membuktikannya. Indonesia berstatus underdog di helatan perdana Piala Sudirman namun malah keluar sebagai juara. Sedangkan pada tahun 1995, Indonesia justru harus gigit jari di final padahal memiliki empat pemain yang berstatus sebagai pemain nomor satu dunia ketika itu. Final Piala Uber 2010 di Kuala Lumpur pun menjadi salah satu bukti adanya keajaiban dalam dunia bulu tangkis ini dimana pasukan putri Korea mampu menaklukkan tim Cina yang saat itu bisa dibilang sangat superior.

Menurut keterangan dari beberapa mantan pemain, salah satu sebab munculnya kejutan dalam pertandingan beregu adalah ketidaksiapan mental sebuah tim. Satu kekalahan yang dialami oleh seorang pemain bisa berpengaruh kepada rekan-rekannya. Satu kemenangan yang dicetak seorang pemain bisa membangkitkan semangat teman-temannya yang lain.

Karena itu tak ada alasan bagi Indonesia untuk menyerah dan mengaku kalah sebelum bertanding menghadapi Cina.  Pasukan Negeri Tirai Bambu untuk memang terbilang komplet di atas kertas dengan adanya empat juara Olimpiade dalam tim Cina yaitu Li Xuerui, Cai Yun/Fu Haifeng, Qing Tian/Zhao Yunlei, dan Zhang Nan/Zhao Yunlei. Belum lagi deretan pemain bintang lainnya macam Wang Yihan dan Wang Xiaoli/Yu Yang.

Namun, mereka juga manusia biasa yang bisa merasakan ketegangan dan kegugupan. Maka, jika Indonesia bisa memberikan kejutan di awal duel, maka bisa saja angin kemenangan berubah ke arah Indonesia.
Seperti kata Franz Beckenbauer, legenda sepak bola Jerman bahwa, “yang kuat bukanlah yang menang, tapi yang menang lah yang kuat.” Mana yang lebih kuat baru bisa diketahui saat pertandingan berakhir, bukan saat pertandingan akan dimulai atau saat pertandingan sedang berlangsung.