Satu tawaran program yang menarik yang dikemukakan oleh
kepengurusan PBSI periode 2012-2016 adalah wacana diadakannya pelatnas usia
dini. Meski masih berupa wacana dan menunggu rapat koordinasi dengan bidang
pembinaan dan prestasi, setidaknya, program itu tidaklah masih dalam angan
semata.
Gita Wirjawan sudah membangun asrama baru di sisi belakang
komplek pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur. Itu artinya, pelaksanaan
program pelatnas usia dini ini nantinya hanya tinggal menunggu keputusan dari
bidang pembinaan dan prestasi mengenai perlu atau tidaknya atau penting atau
tidaknya program pelatnas usia dini. Untuk fasilitas, rasanya sudah tidak ada
masalah dan begitu disetujui, maka program ini bisa langsung jalan.
Permasalahan utama justru terletak di pertimbangan mengenai
pentingnya pelaksanaan program pelatnas usia dini itu sendiri. Dengan menggelar
program pelatnas usia dini, maka pemain yang dipanggil nantinya adalah
pemain-pemain yang masih dalam batasan umur kategori remaja ke bawah, alias di
bawah umur 17 tahun.
Lantaran hal itu, maka PBSI harus benar-benar menempatkan
tujuan yang jelas terkait program ini.Pasalnya, biasanya pemain yang mulai
direkrut ke pelatnas adalah pemain yang sudah mulai masuk ke dalam kelompok
taruna yang pada era kepengurusan sebelumnya sering disebut pemain pelatnas
pratama.
Dengan mengadakan program pelatnas usia dini, itu artinya
PBSI harus bisa melakukan pendekatan yang baik dengan klub serta memberikan
batasan yang jelas soal rekrutmen pemain yang diincar untuk bergabung ke
program pelatnas usia dini.
Hal itu terjadi karena dengan mengadakan pelatnas usia dini,
itu artinya ada sedikit penyempitan ruang gerak klub dalam melakukan pembinaan.
Pemain yang nantinya sudah bagus di kategori remaja bisa langsung diambil oleh
pelatnas PBSI. Di beberapa kepengurusan sebelumnya, pemain yang masuk kategori
superior di remaja saja yang mungkin bisa langsung ditarik ke pelatnas, tidak dalam program khusus pelatnas usia dini
yang pastinya akan menarik atlet dalam jumlah yang cukup besar dan berdiri
sendiri sebagai program yang terpisah dari pelatnas yang umumnya berjalan.
Susi Susanti, legenda bulu tangkis Indonesia yang kini
menjabat sebagai staff ahli bidang pembinaan dan prestasi pernah bercerita
bahwa kondisi awal karir dia sebagai pemain juga nyaris serupa dengan kondisi
saat ini. Di tahun 1986, Susi yang saat itu masih berusia 15 tahun sudah masuk
dalam program pantauan PBSI sebagai persiapan menyambut Olimpiade Barcelona
1992. Susi dan beberapa pemain muda lainnya yang dianggap berbakat diseleksi
terus menerus hingga akhirnya pada tahun akhir jelang Olimpiade bisa diketahui
siapa pemain yang bisa diandalkan.
Jika saat itu butuh enam tahun sampai sang atlet bisa jadi
tumpuan harapan meraih medali emas Olimpiade, maka jika diambil persamaannya,
berat bagi atlet pelatnas usia dini nantinya bisa diandalkan di Olimpiade Rio
de Janeiro yang tinggal berjarak empat tahun dari sekarang. Logisnya, pemain
yang jadi andalan di Olimpiade Rio de Janeiro nanti adalah pemain yang menjadi
wakil Indonesia di kejuaraan junior dalam 1-2 tahun belakangan plus pemain muda
yang ada di pelatnas saat ini.
Meski hampir tidak mungkin jadi andalan di Olimpiade Rio de
Janeiro, program pelatnas usia dini sendiri punya sisi menarik untuk dicoba.
Selama ini ada beberapa suara yang menyebut bahwa Indonesia sudah ketinggalan
dalam proses regenerasi dibandingkan negara lain sehingga Pasukan Merah-Putih
sering kesulitan mengejar laju negara lain. Ekstremnya, bahkan ada yang
menyarankan potong generasi pemain sehingga PBSI saat ini fokus untuk
menggembleng pemain muda saja agar di masa depan bisa kembali sejajar.
Nah, selagi Gita berjanji tidak akan ada masalah soal
finansial, maka program pelatnas usia dini bisa saja menjadi program yang menarik
untuk dicoba. Dengan dukungan finansial, PBSI mulai bisa meracik masa depan
bulu tangkis Indonesia selagi terus
menjalankan program untuk pemain-pemain utama yang ada saat ini. Bagaimanapun,
pemain utama yang ada saat ini masihlah merupakan pemain yang terbaik yang
dimiliki oleh Indonesia. Dengan demikian maka kedua program ini bisa berjalan
tanpa saling mengorbankan. Dengan demikian, dilema antara prestasi dan
regenerasi sendiri tak akan kembali terjadi.
Sementara itu bicara mengenai tantangan, ada sejumlah
tantangan yang akan dihadapi oleh PBSI jika program ini benar-benar
terealisasi. Yang pertama, PBSI harus mampu meyakinkan tiap klub tempat pemain
yang diincar untuk bergabung ke program pelatnas usia dini. PBSI harus berani
berjanji bahwa program yang mereka tawarkan nantinya memiliki keunggulan
dibandingkan program yang ada di klub. Selain itu, juga harus ada jaminan bahwa
pemain yang bergabung di pelatnas usia dini benar-benar diberdayakan di
pelatnas.
Yang kedua, tentu sasaran turnamen yang akan diberikan untuk
para pemain pelatnas usia dini ini. Apakah nantinya mereka akan dikirim ke
turnamen luar negeri dengan kategori misalnya future atau international dan
kemudian beranjak ke level selanjutnya jika dirasa mampu? Atau hanya berlaga di
kisaran nasional seperti sirkuit nasional dan turnamen swasta nasional? Semua
ini nantinya akan sejurus dengan target-target yang ingin dicapai oleh PBSI
sendiri terkait program itu. Apakah program itu untuk menjadi juara dunia
junior dan juara kejuaraan beregu junior misalnya.
Yang ketiga, PBSI harus mampu menyadari beratnya nama
‘pemain pelatnas’ yang akan disandang oleh para pemain muda ini nantinya.
Dengan status sebagai pemain pelatnas, gerak-gerik mereka akan selalu jadi
pantauan publik, baik itu saat berlaga di turnamen dalam negeri maupun luar
negeri. Karena itu, butuh penanaman mental yang kuat bagi para pemain ini.
Mental yang kuat juga mutlak dibutuhkan para pemain yang
tergabung di pelatnas usia dini andai nantinya mereka tersisih dari persaingan
selama menjalani program latihan dalam satu-dua tahun ke depan. Jangan sampai,
mereka yang tersisih, dimana umur mereka masih belasan, menjadi putus asa dan
tak lagi bersemangat menjalani karir mereka sebagai pebulu tangkis. Tumbuhkan
harapan kepada mereka bahwa dengan umur masih muda, segalanya masih mungkin
terjadi meski mereka tersisih di program pelatnas usia dini.
Tentunya banyak yang berharap, pelatnas usia dini ini bisa
menghasilkan bintang yang berkualitas dunia seperti masa kejayaan. Ibarat
merawat benih bunga sejak dini, tentu bunga yang mekar indah yang diharapkan,
bukan kenyataan kejam berupa bunga yang layu sebelum berkembang lantaran
kesalahan pola perawatan.
-Putra Permata Tegar Idaman-