Kamis, 29 November 2012

Kayu Bakar, Bahan Bakar, Pemantik Api dan Bulu Tangkis Indonesia


Dalam sebuah acara outdoor seperti berkemah, api unggun sering kali menjadi acara puncak dari daftar acara yang ada. Dalam kesempatan seperti itu, sering kali kita melihat betapa megahnya kobaran api unggun yang membara menghias kegelapan langit malam.

 
Rahasia kemegahan api unggun jelas terlihat dari pemilihan kayu bakar yang bagus, ketersediaan bahan bakar, dan pastinya pemantik api. Jika saja ada satu dari tiga unsur tersebut yang tidak terpenuhi dengan baik, maka akan sulit menciptakan kobaran api yang besar.

 
Analogi di atas bisa dikaitkan pada pengembangan prestasi bulu tangkis di Indonesia. Jika prestasi tinggi adalah kobaran api yang besar, maka atlet adalah kayu bakar, bidang pembinaan prestasi termasuk pelatih adalah pemantik api, dan pengurus PBSI adalah bahan bakar (minyak tanah/bensin).


Dimulai dari atlet, dalam diri atlet haruslah menetapkan diri dalam posisi siap berprestasi. Tekad untuk menang dalam diri harus besar. Tekad itu kemudian harus diaplikasikan dalam bentuk kerja keras mulai dari saat latihan, pertandingan, hingga pasca pertandingan. 


Mereka harus berpikir bahwa karir mereka sebagai atlet adalah karir singkat. Tak boleh ada detik dan menit yang terbuang sia-sia karena nantinya hal itu bisa menjadi penyesalan di masa tua. Sekali memilih jalur sebagai atlet, maka saat itu pula komitmen dan konsistensi niat mereka ditentukan. Memang berat, karena di usia muda, usia dimana orang umum tengah menikmati kegembiraan untuk berekspresi dengan berbagai aktivitas, mereka sudah harus fokus menata prestasi dan berpeluh keringat berlatih setiap hari. Itulah konsekuensi yang harus mereka jalani lantaran memilih meniti karir sebagai pebulu tangkis di negeri ini. Sebuah cita-cita dan ambisi yang mulia dimana harus diletakkan kerja keras di dalamnya.


Karena memang sulit untuk menciptakan prestasi besar, jika atlet sendiri tidak memiliki keinginan untuk maju dan berprestasi atau memiliki keinginan maju tapi tanpa aplikasi. Sama halnya dengan sulitnya membuat kobaran api yang besar jika kayu bakar yang ada basah, tak peduli betapa banyaknya pemantik api atau bahan bakar yang tersedia. 


Yang kedua, adalah bidang pembinaan dan prestasi termasuk pelatih di dalamnya. Unit ini jelas memegang peranan penting dalam terciptanya prestasi tingkat dunia. Pelatih harus punya visi yang jelas dalam melihat potensi dan bakat atlet. Pelatih juga harus memiliki misi dan program-program yang bermuara pada prestasi. Tidak hanya itu, pelatih juga sebaiknya bisa berperan sebagai orang tua atlet selama atlet berada di pelatnas Cipayung karena dengan demikian akan mudah bagi pelatih untuk menggali permasalahan yang dialami atlet dalam kesehariannya yang terkadang berpotensi menghambat perkembangannya.


Sama halnya dengan pelatih, bidang pembinaan dan prestasi sebagai pihak yang mengawasi program pelatnas secara keseluruhan juga harus jeli dan cermat. Pengiriman pemain ke berbagai turnamen harus disertai tujuan dan target yang jelas. Dengan demikian, maka kesempatan bertanding di event internasional akan mengeluarkan hasil yang optimal. 


Jelas peran bidang pembinaan dan prestasi beserta pelatih sangat besar peranannya. Tanpa bidang pembinaan dan prestasi serta pelatih yang bagus, sulit bagi Indonesia mendapatkan atlet yang berlevel papan atas. Sama halnya dengan sulitnya membuat kobaran api yang besar tanpa adanya pemantik api, meskipun kayu bakar kualitas bagus dan bahan bakar tersedia.


Yang terakhir, Pengurus PBSI. Dalam meramu kesuksesan, Pengurus PBSI juga memiliki tanggung jawab yang besar. Mereka harus bisa menciptakan suasana yang kondusif di pelatnas sehingga pelatih dan pemain bisa bekerja dengan tenang.


Selain itu, Pengurus PBSI juga wajib memenuhi fasilitas di Pelatnas Cipayung sehingga segala program yang dibuat oleh bidang pembinaan dan prestasi bisa mendapat dukungan optimal, baik itu fasilitas utama seperti fasilitas untuk latihan maupun fasilitas penunjang seperti fasilitas kesehatan maupun gizi.


Tidak hanya itu, PBSI juga harus piawai mengurus kebutuhan dana yang diperlukan pelatnas setiap tahunnya. Baik itu pencarian lewat swasta dimana sebelumnya hal tersebut kurang terlaksana dengan baik maupun lewat permohonan kepada pemerintah. Jika dana tak lagi menjadi masalah, maka tak ada lagi alasan bahwa program tak jalan lantaran masalah keuangan.


Jika Pengurus PBSI tak bisa menampilkan kinerja yang baik, maka berat bagi pelatih dan atlet untuk berprestasi. Sama halnya dengan sulitnya membuat kobaran api tanpa bantuan bahan bakar seperti minyak tanah atau bensin. Tanpa itu, butuh perjuangan berat bagi pemantik api untuk membuat kobaran api yang besar, belum lagi resiko api mati di tengah jalan.


Kesimpulannya, jika atlet, pelatih, dan Pengurus PBSI bisa menjalankan kewajiban dan menunjukkan kinerja dengan baik, maka peluang munculnya prestasi akan lebih besar. Hal itu terjadi lantaran prestasi adalah kerja kolektif, bukan dorongan satu sisi. Sama halnya dengan kobaran api yang besar yang akan terjadi jika kriteria kayu bakar, bahan bakar, dan pemantik api yang baik terpenuhi.

-Putra Permata Tegar Idaman-

Selasa, 20 November 2012

Atlet Bulu Tangkis, Atlet Elit di Indonesia




Di sebuah ruangan setahun lalu, seorang manajer tim salah satu olahraga yang dipersiapkan untuk SEA Games 2011 mengeluhkan belum keluarnya dana dari pemerintah maupun BUMN sebagai bapak angkat PB tersebut. Beliau mengeluh, wajar karena perjalanan pelatnas cabang olahraga tersebut butuh hembusan dana bila ingin terus berjalan.

Beberapa kilometer dari tempat itu, suasana di pelatnas Cipayung tampak berjalan biasa saja di waktu yang bersamaan. Latihan terus berjalan normal dan SEA Games 2011 pun seolah bukan sebagai ajang spesial yang sangat mereka nantikan. Para atlet terus berlatih seperti biasa, penuh keringat dan semangat.
Pemandangan satu tahun lalu, dan mungkin akan terjadi lagi dalam persiapan menuju SEA Games 2013, adalah sebuah bukti bahwa atlet bulu tangkis memiliki tempat istimewa dalam dunia olahraga di Indonesia sejauh ini.

Di saat atlet lainnya menganggap SEA Games sebagai sebuah ajang besar, ajang pembuktian diri, dan ajang mengukir prestasi tertinggi, standar SEA Games bagi para pebulu tangkis masih dalam level atau taraf yang biasa saja. Spesial memang, namun bukan yang paling diinginkan, mengingat level dan standar prestasi bagi para pebulu tangkis Indonesia adalah level dunia, bukan terbatas di lingkup Asia Tenggara.

Lantaran tradisi itulah, para pebulu tangkis pelatnas Indonesia sendiri akhirnya masuk kategori elit di antara atlet lainnya yang ada di negeri ini yang akhirnya berdampak pada fasilitas dan kesejahteraan yang menyenangkan. 

Atlet pelatnas bulu tangkis, bisa menjalani program pemusatan latihan sepanjang tahun, tanpa pernah terhenti dan terputus, kecuali saat libur lebaran atau libur akhir tahun. Berbeda dengan banyak cabang olahraga lainnya dimana kadang pemusatan latihan baru dilakukan beberapa bulan jelang pertarungan.

Atlet pelatnas bulu tangkis, memiliki asrama yang dilengkapi berbagai fasilitas di Cipayung. Setiap pagi mereka bisa berlatih rutin dan intens sesuai program hanya dengan melangkahkan kaki beberapa kali. Sementara banyak atlet lain yang harus menunggu pemanggilan dari PB Pusat untuk melakukan latihan. 

Dilihat dari kesempatan bertanding, atlet pelatnas bulu tangkis pun sudah akrab dengan turnamen luar negeri sepanjang tahun, beda halnya dengan atlet lainnya yang program tanding keluar negeri-nya baru diagendakan jelang ajang multi event.

Dari segi penghasilan, pun demikian. Memang, mungkin sebagian pesepak bola memiliki gaji dan pendapatan yang lebih tinggi dari atlet bulu tangkis, namun cerita soal keterlambatan gaji menjadikan atlet bulu tangkis ada di posisi yang nyaman dan tenang. 

Sebagai gambaran, untuk tahun ini, nilai kontrak untuk pelatnas PBSI tergantung dari posisi di peringkat BWF yang mereka tempati. Semakin tinggi mereka berdiri, maka semakin banyak besaran rupiah yang mereka nikmati. Hal ini pun kemudian belum ditambah prize money andai mereka memenangkan sebuah turnamen. Belum lagi ditambah janji Gita Wirjawan untuk terus meningkatkan kesejahteraan atlet dalam masa kepemimpinannya nanti. Singkat kata, atlet bulu tangkis memiliki banyak jalan jika ingin menjadi berkecukupan dari segi materi. Tak seperti atlet lainnya yang mungkin harus menunggu bonus PON atau SEA Games untuk menambah jumlah rekening di tabungannya secara signifikan.

Lalu dengan tingkat ‘kenyamanan’ seperti itu, jelas tidak mudah bagi tiap orang untuk bisa jadi anggota pelatnas. Dari ribuan atlet tingkat pemula, hanya akan bisa bertahan beberapa saja yang berhasil masuk pelatnas. Gambaran seperti ini mendeskripsikan betapa ketatnya persaingan dan kompetisi yang harus dilalui oleh tiap atlet untuk mencapai tempat bernama pelatnas Cipayung.

Karena itu, ketika pemain-pemain sudah tiba di Cipayung, alangkah baiknya para pemain itu tak melupakan jalan panjang yang telah mereka tempuh untuk sampai di tempat tersebut. Berapa banyak pesaing yang mereka jatuhkan dan berapa banyaknya bulir keringat yang telah mereka teteskan untuk mencapai pelatnas Cipayung yang jadi tempat impian banyak orang.

Jangan terlena dengan kenyamanan yang ditawarkan oleh pelatnas Cipayung hingga luput untuk kembali ngotot berjuang. Jangan terbuai dengan segala kemudahan yang ada di pelatnas Cipayung sehingga mereka mulai melemah untuk berjuang menggapai mimpi.

Tidak perlu jauh-jauh atas nama bangsa, alasan mereka harus menerapkan prinsip totalitas di pelatnas Cipayung sudah bisa lewat alasan kepentingan diri sendiri. Sebagai atlet, jelas masa edar yang mereka miliki sangatlah terbatas. Berbeda dengan jenjang karir profesional lainnya dimana umur 30 semakin menunjukkan peningkatan, baik dari posisi maupun kesejahteraan, bagi atlet usia 30 jelas merupakan sinyal peringatan bahwa perjalanan mereka sebentar lagi akan berakhir. Jika tak menabung dan memupuk kesejahteraan lewat torehan prestasi semasa aktif, maka ke depannya akan lebih sulit bagi mereka untuk menjalani hari tua.

Karena itu manfaatkan sebaik-baiknya masa yang ada di pelatnas, agar tak ada penyesalan saat waktunya melangkah keluar dari sana. Agar tak ada rasa kecewa karena tidak mengeluarkan seluruh potensi yang sebenarnya ada di dalam diri mereka.

-Putra Permata Tegar Idaman-



Senin, 05 November 2012

Pelajaran di Balik Sukses Edi/Melati




Kejuaraan Dunia Junior 2012 di Chiba, Jepang, berakhir bahagia bagi Indonesia. Memang, dengan melihat track record Indonesia di turnamen ini, satu gelar yang kembali berhasil dibawa pulang lewat kemenangan Edi Subaktiar/Melati Daeva sudah tergolong merupakan kesuksesan. Dengan gelar itu, Indonesia melanjutkan sukses tahun lalu dimana Indonesia juga meraih keberhasilan di nomor ganda campuran lewat Alfian Eko/Gloria Widjaja. Sebelum Alfian/Gloria berjaya, hampir 20 tahun Indonesia tak memiliki juara dunia di kategori junior.

Lalu, apa yang bisa dipetik dan dipelajari dari sukses Edi/Melati sebagai juara dunia junior tahun ini? Salah satunya adalah betapa besarnya potensi para pemain Indonesia untuk bermain rangkap di dua nomor, dimana lazimnya mereka akan bermain di nomor ganda putra/ganda putri dan nomor ganda campuran.

Edi dan Melati adalah dua pemain yang juga terbilang berbakat untuk nomor ganda putra dan ganda putri. Edi adalah juara Asia Junior 2012 di nomor ganda putra dimana ia berpasangan dengan Arya Maulana sementara Melati sempat dipanggil ke pelatnas tahun lalu lewat jalur ganda putri bersama pasangannya, Ririn Amelia, meski akhirnya panggilan tersebut ditolaknya.

Di Kejuaraan Dunia Junior 2012 sendiri, Edi dan Melati seolah mendapatkan keuntungan lain dari bermain rangkap.Setelah gagal di nomor ganda putra dan ganda putri, duet Edi/Melati masih mendapat kesempatan kedua di nomor ganda campuran. Selain itu, motivasi bermain mereka di nomor ganda campuran menjadi semakin besar mengingat mereka butuh pelampiasan untuk menutup luka lantaran kalah di nomor lainnya. Jadilah hal itu salah satu kekuatan Edi/Melati menggapai tangga juara di Chiba.

Edi/Melati dan juga banyak pebulu tangkis muda Indonesia lainnya sejatinya tak akan banyak mengalami kesulitan untuk bermain rangkap di dua nomor karena di berbagai turnamen semasa junior kebanyakan pemain ganda putra dan ganda putri juga bermain di nomor ganda campuran. Biasanya, hal itu dilakukan lantaran pelatih dan klub yang menaungi pemain ingin melihat potensi pemainnya secara maksimal. Selain itu, main rangkap semasa junior terkadang juga dikarenakan pelatih dan klub ingin sang pemain memiliki variasi pukulan, serangan, dan pertahanan yang lebih banyak. Karena beda nomor yang diikuti, maka akan beda pula pola permainannya secara umum.

Kemudian ketika ditarik ke arah pelatnas Cipayung, maka kebijakan satu pemain satu nomor yang ada hingga kepengurusan PBSI 2008-2012 lalu tentu menjadi sebuah hal yang amat disayangkan. Pasalnya, dengan kebijakan seperti itu, itu berarti PBSI mematikan satu potensi besar yang mungkin ada di masa depan.

Kini, ketika Kepengurusan PBSI memasuki periode baru, tentu berhembus keinginan bahwa beberapa nama yang memang berbakat di dua nomor, khususnya para pemain muda sebaiknya tetap dibiarkan terjun di dua nomor saat menjadi anggota pelatnas. 

Dengan bermain rangkap, keuntungannya adalah pemain dan tentunya pelatih masih memiliki dua opsi di nomor mana seorang pemain benar-benar bisa tampil optimal. Selain itu, pengalaman yang didapat pemain pun menjadi berlipat ganda ketika bermain rangkap karena di tiap turnamen yang mereka ikuti, mereka selalu terjun di dua nomor yang artinya jam terbang mereka lebih tinggi dibandingkan biasanya.

Barulah nanti ketika menginjak 2-3 tahun, pemain dan pelatih bisa memutuskan nomor mana yang bisa dipilih yang tentunya didasarkan pada besaran peluang untuk berprestasi bagi atletnya. Jika selama waktu tersebut pemain tetap menunjukkan prestasi yang sama bagusnya di dua nomor, maka tak ada salahnya untuk tetap mempertahankan statusnya sebagai pemain rangkap dua nomor.

Dalam beberapa kesempatan wawancara, beberapa pemain pun menyatakan keinginan mereka untuk bisa tampil rangkap di dua nomor. Salah satu alasan mereka yang populer adalah ingin mendapatkan kesempatan yang lebih banyak untuk memastikan dimana potensi mereka sesungguhnya berada.

Hal yang patut diperhatikan sendiri dari bermain di nomor rangkap, jelas soal porsi stamina yang juga harus ekstra. Namun peningkatan stamina sendiri bukanlah sebuah kendala besar andai motivasi pemain untuk bisa unjuk gigi di dua nomor ada di titik yang tinggi. Selain itu, pemain yang ingin bermain rangkap tentunya sudah memiliki banyak pengalaman semasa junior dengan bermain di dua nomor dengan waktu yang berdekatan.

Eksplorasi nomor ganda sendiri memang sepertinya menjadi salah satu hal yang harus dilakukan PBSI dalam beberapa tahun ke depan. Pasalnya, fakta yang ada di lapangan jelas menunjukkan bahwa perkembangan nomor tunggal Indonesia, baik pemain senior, pemain muda, maupun pemain junior tertinggal dibandingkan negara lainnya. Karena itulah, agar nama Indonesia tetap berada di papan atas persaingan bulu tangkis dunia, nomor ganda harus bisa jadi andalan. Dan, penerapan sistem main rangkap bisa jadi salah satu jalan yang diterapkan.

-Putra Permata Tegar Idaman-