Dalam sebuah acara outdoor seperti berkemah, api unggun
sering kali menjadi acara puncak dari daftar acara yang ada. Dalam kesempatan
seperti itu, sering kali kita melihat betapa megahnya kobaran api unggun yang
membara menghias kegelapan langit malam.
Rahasia kemegahan api unggun jelas terlihat dari pemilihan
kayu bakar yang bagus, ketersediaan bahan bakar, dan pastinya pemantik api.
Jika saja ada satu dari tiga unsur tersebut yang tidak terpenuhi dengan baik,
maka akan sulit menciptakan kobaran api yang besar.
Analogi di atas bisa dikaitkan pada pengembangan prestasi
bulu tangkis di Indonesia. Jika prestasi tinggi adalah kobaran api yang besar,
maka atlet adalah kayu bakar, bidang pembinaan prestasi termasuk pelatih adalah
pemantik api, dan pengurus PBSI adalah bahan bakar (minyak tanah/bensin).
Dimulai dari atlet, dalam diri atlet haruslah menetapkan
diri dalam posisi siap berprestasi. Tekad untuk menang dalam diri harus besar.
Tekad itu kemudian harus diaplikasikan dalam bentuk kerja keras mulai dari saat
latihan, pertandingan, hingga pasca pertandingan.
Mereka harus berpikir bahwa karir mereka sebagai atlet
adalah karir singkat. Tak boleh ada detik dan menit yang terbuang sia-sia
karena nantinya hal itu bisa menjadi penyesalan di masa tua. Sekali memilih
jalur sebagai atlet, maka saat itu pula komitmen dan konsistensi niat mereka
ditentukan. Memang berat, karena di usia muda, usia dimana orang umum tengah
menikmati kegembiraan untuk berekspresi dengan berbagai aktivitas, mereka sudah
harus fokus menata prestasi dan berpeluh keringat berlatih setiap hari. Itulah
konsekuensi yang harus mereka jalani lantaran memilih meniti karir sebagai
pebulu tangkis di negeri ini. Sebuah cita-cita dan ambisi yang mulia dimana
harus diletakkan kerja keras di dalamnya.
Karena memang sulit untuk menciptakan prestasi besar, jika
atlet sendiri tidak memiliki keinginan untuk maju dan berprestasi atau memiliki
keinginan maju tapi tanpa aplikasi. Sama halnya dengan sulitnya membuat kobaran
api yang besar jika kayu bakar yang ada basah, tak peduli betapa banyaknya
pemantik api atau bahan bakar yang tersedia.
Yang kedua, adalah bidang pembinaan dan prestasi termasuk
pelatih di dalamnya. Unit ini jelas memegang peranan penting dalam terciptanya
prestasi tingkat dunia. Pelatih harus punya visi yang jelas dalam melihat
potensi dan bakat atlet. Pelatih juga harus memiliki misi dan program-program
yang bermuara pada prestasi. Tidak hanya itu, pelatih juga sebaiknya bisa
berperan sebagai orang tua atlet selama atlet berada di pelatnas Cipayung
karena dengan demikian akan mudah bagi pelatih untuk menggali permasalahan yang
dialami atlet dalam kesehariannya yang terkadang berpotensi menghambat perkembangannya.
Sama halnya dengan pelatih, bidang pembinaan dan prestasi
sebagai pihak yang mengawasi program pelatnas secara keseluruhan juga harus
jeli dan cermat. Pengiriman pemain ke berbagai turnamen harus disertai tujuan
dan target yang jelas. Dengan demikian, maka kesempatan bertanding di event
internasional akan mengeluarkan hasil yang optimal.
Jelas peran bidang pembinaan dan prestasi beserta pelatih
sangat besar peranannya. Tanpa bidang pembinaan dan prestasi serta pelatih yang
bagus, sulit bagi Indonesia mendapatkan atlet yang berlevel papan atas. Sama
halnya dengan sulitnya membuat kobaran api yang besar tanpa adanya pemantik
api, meskipun kayu bakar kualitas bagus dan bahan bakar tersedia.
Yang terakhir, Pengurus PBSI. Dalam meramu kesuksesan, Pengurus
PBSI juga memiliki tanggung jawab yang besar. Mereka harus bisa menciptakan
suasana yang kondusif di pelatnas sehingga pelatih dan pemain bisa bekerja
dengan tenang.
Selain itu, Pengurus PBSI juga wajib memenuhi fasilitas di
Pelatnas Cipayung sehingga segala program yang dibuat oleh bidang pembinaan dan
prestasi bisa mendapat dukungan optimal, baik itu fasilitas utama seperti
fasilitas untuk latihan maupun fasilitas penunjang seperti fasilitas kesehatan
maupun gizi.
Tidak hanya itu, PBSI juga harus piawai mengurus kebutuhan
dana yang diperlukan pelatnas setiap tahunnya. Baik itu pencarian lewat swasta
dimana sebelumnya hal tersebut kurang terlaksana dengan baik maupun lewat
permohonan kepada pemerintah. Jika dana tak lagi menjadi masalah, maka tak ada
lagi alasan bahwa program tak jalan lantaran masalah keuangan.
Jika Pengurus PBSI tak bisa menampilkan kinerja yang baik,
maka berat bagi pelatih dan atlet untuk berprestasi. Sama halnya dengan
sulitnya membuat kobaran api tanpa bantuan bahan bakar seperti minyak tanah
atau bensin. Tanpa itu, butuh perjuangan berat bagi pemantik api untuk membuat
kobaran api yang besar, belum lagi resiko api mati di tengah jalan.
Kesimpulannya, jika atlet, pelatih, dan Pengurus PBSI bisa
menjalankan kewajiban dan menunjukkan kinerja dengan baik, maka peluang
munculnya prestasi akan lebih besar. Hal itu terjadi lantaran prestasi adalah
kerja kolektif, bukan dorongan satu sisi. Sama halnya dengan kobaran api yang
besar yang akan terjadi jika kriteria kayu bakar, bahan bakar, dan pemantik api
yang baik terpenuhi.
-Putra Permata Tegar Idaman-