Senyum merekah terlihat jelas dari wajah Gita Wirjawan saat
dirinya melakukan sambutan usai kepastian statusnya sebagai Ketua Umum Pengurus
Besar Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI) periode 2012-2016.
Berbagai visi dan misi kemudian dilontarkan Gita dalam kata-kata sambutannya
yang kemudian langsung mendapatkan applause meriah dari para peserta Musyawarah
Nasional (Munas) PBSI yang hadir di Jogjakarta Plaza Hotel, 20-22 September
lalu. Bakal muluskah langkah Gita ?
Gita masuk dalam bursa pencalonan Ketua Umum PBSI sendiri
sebagai ‘pengganti’ Djoko Santoso, Ketua Umum PBSI periode 2008-2012. Sebelum Gita
maju, para tokoh yang mendiami PBSI seperti Yacob Rusdianto (PBSI Pengprov Jawa
Timur) dan Johannes IW (PBSI Sumatera Utara) telah melakukan penggalangan
kekuatan dan sepakat untuk mengusung kembali nama Djoko untuk maju dalam
pemilihan Ketua Umum.
Nah, ketika
akhirnya Djoko menyatakan tak ingin lagi maju dalam bursa pemilihan dan
merekomendasikan nama Gita sebagai pengganti dirinya, maka dukungan yang
tadinya mengalir untuk Djoko kemudian diarahkan kepada Gita. Otomatis, Gita tak
perlu repot dan hanya tinggal berjalan tegak menuju singgasana Ketua Umum PBSI
lantaran jalan menuju kesana sudah dipersiapkan sebelumnya.
Lalu, apa yang harus dilakukan Gita usai duduk di singgasana?
PBSI bukanlah istana dimana ia bisa duduk dan menerima pelayanan darimana saja
layaknya raja. PBSI adalah ruang kreativitas dimana para pengurusnya harus
bekerja sama menghasilkan prestasi yang membanggakan Indonesia karena PBSI
adalah tempat bekerja bakti dan mengabdi.
Gita harus aktif sebagai Ketua Umum dimulai dari caranya
mempersiapkan orang-orang yang akan duduk di kepengurusan PBSI periode
2012-2016. Gita tak perlu sungkan dan merasa berutang kepada pengprov-pengprov
PBSI yang telah mengusungnya. Memang, Pengprov PBSI adalah pemegang suara namun
tanggung jawab Gita tetaplah kepada rakyat Indonesia.
Pilih orang-orang yang benar tepat dan kompeten untuk
masing-masing posnya. Jelaskan job desk, hak dan kewajiban agar jangan sampai
peristiwa melanggar batas kewenangan seperti yang terjadi di kepengurusan
sebelumnya. Dengan begitu, semua orang yang menempati pos yang ada bisa bekerja
dengan leluasa dan bertanggung jawab sepenuhnya.
Jangan sampai ada kejadian seperti munculnya Li Mao, pelatih
Cina ke Cipayung yang ternyata tak bisa seorang pun menjelaskan. Jangan sampai
ada peristiwa keluarnya atlet dari pelatnas lantaran masalah yang sebenarnya
bisa diselesaikan. Jangan sampai kewenangan Kabid Binpres sebagai penanggung
jawab prestasi direcoki oleh orang-orang yang berasal dari luar lingkup
Pembinaan dan Prestasi. Yang pasti, kejadian-kejadian di empat tahun sebelumnya
harus bisa menjadi pelajaran.
Semua pun harus menyadari bahwa terpuruknya prestasi tak
bisa dengan instan dirubah menjadi kemenangan dan dominasi. Perlu perjuangan
panjang untuk melakukan hal itu. Berat, namun jelas langkah-langkah kecil harus
tetap dilakukan agar jarak antara posisi saat ini dengan kejayaan yang pernah digenggam
bisa semakin nyata dan bukan ilusi semata.
Janji Gita untuk membenahi fasilitas di pelatnas Cipayung
patut diapresiasi dan mari menanti tindak lanjut dari janji tersebut. Fasilitas
mutlak diperlukan karena saat ini Indonesia sendiri tertinggal dari
negara-negara kuat di bulu tangkis dari segi faktor penunjang.
Bagaimana bisa membandingkan perkembangan pebulu tangkis
lawan dengan pebulu tangkis sendiri jika dari segi persiapan, penerapan
teknologi, hingga fasilitas latihan tidak ‘apple
to apple.’ Percayalah, dari segi bakat dan potensi, Indonesia tak akan
pernah ditinggalkan oleh benih-benih hebat atlet bulu tangkis.
Terkait benih, program pelatnas junior yang diembuskan Gita
juga menarik untuk dicermati. Meski nantinya harus dibuat batasan-batasan yang
jelas tentang perekrutan pemain usia muda agar tak mematikan peran klub-klub di
Indonesia, namun langkah ini jelas merupakan percobaan terobosan yang cukup
menarik dilakukan. Siapa yang tidak iri melihat Thailand kini mulai menjelma
menjadi kekuatan bulu tangkis dunia dengan usia pemain yang masih relatif muda?
Dengan latar belakang Gita sebagai pengusaha yang tentunya
mempunyai banyak relasi bisnis, maka Gita diyakini tak akan kesulitan
mendapatkan dana untuk pembinaan bulu tangkis Indonesia. Gita sendiri sudah
menyebut bahwa banyak rekan-rekan bisnisnya yang akan dengan sukarela membantunya
dari segi finansial jika dana yang diberikan pemerintah atau dana dari sponsor masih
dirasa kurang mencukupi.
Memang, dana selalu menjadi persoalan yang ikut memengaruhi
tersendatnya regenerasi pemain di Indonesia. PBSI terkadang sayang melepas
pemain yang sudah mulai menua karena takut masih ada potensi yang tersisa. Sebaliknya,
pemain muda terkadang tak mendapatkan kesempatan yang cukup di usia dini dan
akhirnya menjadi tua di pelatnas.
Dengan adanya dana yang dijanjikan lebih banyak di kepengurusan
Gita, maka pembinaan bisa beriringan antara pemain senior dengan junior. Para pemain
senior bisa terus melanjutkan program mereka, sementara kita juga bisa berharap
adanya kejutan dan lejitan dari hasil pembinaan pemain pelatnas usia dini yang
nantinya akan dikembangkan. Selamat Bekerja! Selamat Membangun Bulu Tangkis
Indonesia!
-Putra Permata Tegar Idaman-