Senin, 24 September 2012

GITA, AMBISI, HARAPAN, DAN TANTANGAN




Senyum merekah terlihat jelas dari wajah Gita Wirjawan saat dirinya melakukan sambutan usai kepastian statusnya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI) periode 2012-2016. Berbagai visi dan misi kemudian dilontarkan Gita dalam kata-kata sambutannya yang kemudian langsung mendapatkan applause meriah dari para peserta Musyawarah Nasional (Munas) PBSI yang hadir di Jogjakarta Plaza Hotel, 20-22 September lalu. Bakal muluskah langkah Gita ?

Gita masuk dalam bursa pencalonan Ketua Umum PBSI sendiri sebagai ‘pengganti’ Djoko Santoso, Ketua Umum PBSI periode 2008-2012. Sebelum Gita maju, para tokoh yang mendiami PBSI seperti Yacob Rusdianto (PBSI Pengprov Jawa Timur) dan Johannes IW (PBSI Sumatera Utara) telah melakukan penggalangan kekuatan dan sepakat untuk mengusung kembali nama Djoko untuk maju dalam pemilihan Ketua Umum.

Nah, ketika akhirnya Djoko menyatakan tak ingin lagi maju dalam bursa pemilihan dan merekomendasikan nama Gita sebagai pengganti dirinya, maka dukungan yang tadinya mengalir untuk Djoko kemudian diarahkan kepada Gita. Otomatis, Gita tak perlu repot dan hanya tinggal berjalan tegak menuju singgasana Ketua Umum PBSI lantaran jalan menuju kesana sudah dipersiapkan sebelumnya.

Lalu, apa yang harus dilakukan Gita usai duduk di singgasana? PBSI bukanlah istana dimana ia bisa duduk dan menerima pelayanan darimana saja layaknya raja. PBSI adalah ruang kreativitas dimana para pengurusnya harus bekerja sama menghasilkan prestasi yang membanggakan Indonesia karena PBSI adalah tempat bekerja bakti dan mengabdi.

Gita harus aktif sebagai Ketua Umum dimulai dari caranya mempersiapkan orang-orang yang akan duduk di kepengurusan PBSI periode 2012-2016. Gita tak perlu sungkan dan merasa berutang kepada pengprov-pengprov PBSI yang telah mengusungnya. Memang, Pengprov PBSI adalah pemegang suara namun tanggung jawab Gita tetaplah kepada rakyat Indonesia. 

Pilih orang-orang yang benar tepat dan kompeten untuk masing-masing posnya. Jelaskan job desk, hak dan kewajiban agar jangan sampai peristiwa melanggar batas kewenangan seperti yang terjadi di kepengurusan sebelumnya. Dengan begitu, semua orang yang menempati pos yang ada bisa bekerja dengan leluasa dan bertanggung jawab sepenuhnya.

Jangan sampai ada kejadian seperti munculnya Li Mao, pelatih Cina ke Cipayung yang ternyata tak bisa seorang pun menjelaskan. Jangan sampai ada peristiwa keluarnya atlet dari pelatnas lantaran masalah yang sebenarnya bisa diselesaikan. Jangan sampai kewenangan Kabid Binpres sebagai penanggung jawab prestasi direcoki oleh orang-orang yang berasal dari luar lingkup Pembinaan dan Prestasi. Yang pasti, kejadian-kejadian di empat tahun sebelumnya harus bisa menjadi pelajaran.

Semua pun harus menyadari bahwa terpuruknya prestasi tak bisa dengan instan dirubah menjadi kemenangan dan dominasi. Perlu perjuangan panjang untuk melakukan hal itu. Berat, namun jelas langkah-langkah kecil harus tetap dilakukan agar jarak antara posisi saat ini dengan kejayaan yang pernah digenggam bisa semakin nyata dan bukan ilusi semata.

Janji Gita untuk membenahi fasilitas di pelatnas Cipayung patut diapresiasi dan mari menanti tindak lanjut dari janji tersebut. Fasilitas mutlak diperlukan karena saat ini Indonesia sendiri tertinggal dari negara-negara kuat di bulu tangkis dari segi faktor penunjang.

Bagaimana bisa membandingkan perkembangan pebulu tangkis lawan dengan pebulu tangkis sendiri jika dari segi persiapan, penerapan teknologi, hingga fasilitas latihan tidak ‘apple to apple.’ Percayalah, dari segi bakat dan potensi, Indonesia tak akan pernah ditinggalkan oleh benih-benih hebat atlet bulu tangkis.

Terkait benih, program pelatnas junior yang diembuskan Gita juga menarik untuk dicermati. Meski nantinya harus dibuat batasan-batasan yang jelas tentang perekrutan pemain usia muda agar tak mematikan peran klub-klub di Indonesia, namun langkah ini jelas merupakan percobaan terobosan yang cukup menarik dilakukan. Siapa yang tidak iri melihat Thailand kini mulai menjelma menjadi kekuatan bulu tangkis dunia dengan usia pemain yang masih relatif muda?

Dengan latar belakang Gita sebagai pengusaha yang tentunya mempunyai banyak relasi bisnis, maka Gita diyakini tak akan kesulitan mendapatkan dana untuk pembinaan bulu tangkis Indonesia. Gita sendiri sudah menyebut bahwa banyak rekan-rekan bisnisnya yang akan dengan sukarela membantunya dari segi finansial jika dana yang diberikan pemerintah atau dana dari sponsor masih dirasa kurang mencukupi.

Memang, dana selalu menjadi persoalan yang ikut memengaruhi tersendatnya regenerasi pemain di Indonesia. PBSI terkadang sayang melepas pemain yang sudah mulai menua karena takut masih ada potensi yang tersisa. Sebaliknya, pemain muda terkadang tak mendapatkan kesempatan yang cukup di usia dini dan akhirnya menjadi tua di pelatnas.

Dengan adanya dana yang dijanjikan lebih banyak di kepengurusan Gita, maka pembinaan bisa beriringan antara pemain senior dengan junior. Para pemain senior bisa terus melanjutkan program mereka, sementara kita juga bisa berharap adanya kejutan dan lejitan dari hasil pembinaan pemain pelatnas usia dini yang nantinya akan dikembangkan. Selamat Bekerja! Selamat Membangun Bulu Tangkis Indonesia!

-Putra Permata Tegar Idaman-