Rabu, 19 Desember 2012

Mencermati Pelatnas Usia Dini




Satu tawaran program yang menarik yang dikemukakan oleh kepengurusan PBSI periode 2012-2016 adalah wacana diadakannya pelatnas usia dini. Meski masih berupa wacana dan menunggu rapat koordinasi dengan bidang pembinaan dan prestasi, setidaknya, program itu tidaklah masih dalam angan semata.


Gita Wirjawan sudah membangun asrama baru di sisi belakang komplek pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur. Itu artinya, pelaksanaan program pelatnas usia dini ini nantinya hanya tinggal menunggu keputusan dari bidang pembinaan dan prestasi mengenai perlu atau tidaknya atau penting atau tidaknya program pelatnas usia dini. Untuk fasilitas, rasanya sudah tidak ada masalah dan begitu disetujui, maka program ini bisa langsung jalan.


Permasalahan utama justru terletak di pertimbangan mengenai pentingnya pelaksanaan program pelatnas usia dini itu sendiri. Dengan menggelar program pelatnas usia dini, maka pemain yang dipanggil nantinya adalah pemain-pemain yang masih dalam batasan umur kategori remaja ke bawah, alias di bawah umur 17 tahun.


Lantaran hal itu, maka PBSI harus benar-benar menempatkan tujuan yang jelas terkait program ini.Pasalnya, biasanya pemain yang mulai direkrut ke pelatnas adalah pemain yang sudah mulai masuk ke dalam kelompok taruna yang pada era kepengurusan sebelumnya sering disebut pemain pelatnas pratama.


Dengan mengadakan program pelatnas usia dini, itu artinya PBSI harus bisa melakukan pendekatan yang baik dengan klub serta memberikan batasan yang jelas soal rekrutmen pemain yang diincar untuk bergabung ke program pelatnas usia dini.


Hal itu terjadi karena dengan mengadakan pelatnas usia dini, itu artinya ada sedikit penyempitan ruang gerak klub dalam melakukan pembinaan. Pemain yang nantinya sudah bagus di kategori remaja bisa langsung diambil oleh pelatnas PBSI. Di beberapa kepengurusan sebelumnya, pemain yang masuk kategori superior di remaja saja yang mungkin bisa langsung ditarik ke pelatnas,  tidak dalam program khusus pelatnas usia dini yang pastinya akan menarik atlet dalam jumlah yang cukup besar dan berdiri sendiri sebagai program yang terpisah dari pelatnas yang umumnya berjalan.


Susi Susanti, legenda bulu tangkis Indonesia yang kini menjabat sebagai staff ahli bidang pembinaan dan prestasi pernah bercerita bahwa kondisi awal karir dia sebagai pemain juga nyaris serupa dengan kondisi saat ini. Di tahun 1986, Susi yang saat itu masih berusia 15 tahun sudah masuk dalam program pantauan PBSI sebagai persiapan menyambut Olimpiade Barcelona 1992. Susi dan beberapa pemain muda lainnya yang dianggap berbakat diseleksi terus menerus hingga akhirnya pada tahun akhir jelang Olimpiade bisa diketahui siapa pemain yang bisa diandalkan.


Jika saat itu butuh enam tahun sampai sang atlet bisa jadi tumpuan harapan meraih medali emas Olimpiade, maka jika diambil persamaannya, berat bagi atlet pelatnas usia dini nantinya bisa diandalkan di Olimpiade Rio de Janeiro yang tinggal berjarak empat tahun dari sekarang. Logisnya, pemain yang jadi andalan di Olimpiade Rio de Janeiro nanti adalah pemain yang menjadi wakil Indonesia di kejuaraan junior dalam 1-2 tahun belakangan plus pemain muda yang ada di pelatnas saat ini.


Meski hampir tidak mungkin jadi andalan di Olimpiade Rio de Janeiro, program pelatnas usia dini sendiri punya sisi menarik untuk dicoba. Selama ini ada beberapa suara yang menyebut bahwa Indonesia sudah ketinggalan dalam proses regenerasi dibandingkan negara lain sehingga Pasukan Merah-Putih sering kesulitan mengejar laju negara lain. Ekstremnya, bahkan ada yang menyarankan potong generasi pemain sehingga PBSI saat ini fokus untuk menggembleng pemain muda saja agar di masa depan bisa kembali sejajar.


Nah, selagi Gita berjanji tidak akan ada masalah soal finansial, maka program pelatnas usia dini bisa saja menjadi program yang menarik untuk dicoba. Dengan dukungan finansial, PBSI mulai bisa meracik masa depan bulu tangkis Indonesia  selagi terus menjalankan program untuk pemain-pemain utama yang ada saat ini. Bagaimanapun, pemain utama yang ada saat ini masihlah merupakan pemain yang terbaik yang dimiliki oleh Indonesia. Dengan demikian maka kedua program ini bisa berjalan tanpa saling mengorbankan. Dengan demikian, dilema antara prestasi dan regenerasi sendiri tak akan kembali terjadi.


Sementara itu bicara mengenai tantangan, ada sejumlah tantangan yang akan dihadapi oleh PBSI jika program ini benar-benar terealisasi. Yang pertama, PBSI harus mampu meyakinkan tiap klub tempat pemain yang diincar untuk bergabung ke program pelatnas usia dini. PBSI harus berani berjanji bahwa program yang mereka tawarkan nantinya memiliki keunggulan dibandingkan program yang ada di klub. Selain itu, juga harus ada jaminan bahwa pemain yang bergabung di pelatnas usia dini benar-benar diberdayakan di pelatnas.


Yang kedua, tentu sasaran turnamen yang akan diberikan untuk para pemain pelatnas usia dini ini. Apakah nantinya mereka akan dikirim ke turnamen luar negeri dengan kategori misalnya future atau international dan kemudian beranjak ke level selanjutnya jika dirasa mampu? Atau hanya berlaga di kisaran nasional seperti sirkuit nasional dan turnamen swasta nasional? Semua ini nantinya akan sejurus dengan target-target yang ingin dicapai oleh PBSI sendiri terkait program itu. Apakah program itu untuk menjadi juara dunia junior dan juara kejuaraan beregu junior misalnya.


Yang ketiga, PBSI harus mampu menyadari beratnya nama ‘pemain pelatnas’ yang akan disandang oleh para pemain muda ini nantinya. Dengan status sebagai pemain pelatnas, gerak-gerik mereka akan selalu jadi pantauan publik, baik itu saat berlaga di turnamen dalam negeri maupun luar negeri. Karena itu, butuh penanaman mental yang kuat bagi para pemain ini.


Mental yang kuat juga mutlak dibutuhkan para pemain yang tergabung di pelatnas usia dini andai nantinya mereka tersisih dari persaingan selama menjalani program latihan dalam satu-dua tahun ke depan. Jangan sampai, mereka yang tersisih, dimana umur mereka masih belasan, menjadi putus asa dan tak lagi bersemangat menjalani karir mereka sebagai pebulu tangkis. Tumbuhkan harapan kepada mereka bahwa dengan umur masih muda, segalanya masih mungkin terjadi meski mereka tersisih di program pelatnas usia dini.


Tentunya banyak yang berharap, pelatnas usia dini ini bisa menghasilkan bintang yang berkualitas dunia seperti masa kejayaan. Ibarat merawat benih bunga sejak dini, tentu bunga yang mekar indah yang diharapkan, bukan kenyataan kejam berupa bunga yang layu sebelum berkembang lantaran kesalahan pola perawatan.

-Putra Permata Tegar Idaman-