Jelang Olimpiade London 2012
berlangsung, pertanyaan yang mengemuka adalah mampukah Indonesia mempertahankan
tradisi emas di ajang Olimpiade? Memang sungguh mengiris hati karena Indonesia
dengan status sebagai negeri berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa mengartikan
tradisi emas adalah tradisi minimal mendapatkan satu emas. Dengan sumber daya
manusia yang besar, secara perhitungan kasar Indonesia harusnya mampu meraih
prestasi yang lebih baik di ajang sekelas Olimpiade.
Namun sebelum membicarakan hal itu,
bagaimana pandangan rakyat Indonesia sendiri terhadap berlangsungnya Olimpiade
di London pada 27 Juli-13 Agustus ini. Seberapa pentingkah arti tradisi emas
Indonesia di ajang Olimpiade bagi mereka? Berapa persen dari lebih dari 200
juta jiwa rakyat Indonesia yang cemas terhadap keberlangsungan tradisi emas?
Cemas di sini tidak hanya berarti
khawatir dan pesimis, melainkan lebih kepada bentuk kepedulian. Apakah
mayoritas bangsa Indonesia saat ini mengerti bahwa akan berlangsung Olimpiade
dan ada 22 atlet Indonesia yang akan berjuang di berbagai arena pertandingan?
Berapa persen nanti penduduk Indonesia yang akan turut bersuka ria ketika
pahlawan Indonesia mampu membawa pulang kepingan emas? Atau nantinya mereka
tetap beraktivitas seperti biasa seolah tak terjadi sesuatu yang hebat di
negeri ini?
Saat Indonesia belum pernah meraih
medali emas, antusiasme rakyat Indonesia begitu tinggi ketika menyambut
Olimpiade Barcelona 1992. Saat bulu tangkis masuk sebagai cabang baru yang
dipertandingkan, maka sejak saat itu masyarakat larut dalam euforia. Masyarakat
yakin, ini saatnya Indonesia berjaya. Dan ketika Alan Budikusuma dan Susi
Susanti membawa sepasang emas, maka semua membicarakannya. Tidak hanya mereka
yang menggemari bulu tangkis dan olahraga, melainkan mayoritas rakyat Indonesia
memperbincangkannya. Bukti sahihnya ada saat ini dimana orang tak akan pernah
lupa nama Alan dan Susi.
Sementara untuk saat ini sendiri,
geliat di tengah masyarakat pun belum terlalu terasa. Hal ini ditambah minimnya
dana persiapan yang ada sehingga Komite Olimpiade Indonesia (KOI) mengakui
secara terus terang bahwa pos untuk promosi pun terpaksa ditekan.
Olimpiade adalah sebuah gelaran
besar. Pertandingan di arena olahraga seolah menjadi versi baru perang di era
modern ini. Negara-negara besar ingin memenangkan peperangan sehingga mereka
pun melakukan persiapan khusus yang sangat serius. Mereka sadar, atlet adalah
prajurit yang bisa mempertahankan kedaulatan mereka sebagai sebuah negara.
Maka terlihat wajar jika penguasa
Olimpiade adalah negara-negara yang memang secara umum pun merupakan
negara-negara besar dan berpengaruh di dunia. Amerika Serikat, Cina, Rusia, dan
sederet negara lain macam Inggris Raya, Prancis, dan Jerman yang masih
mendominasi papan atas perolehan medali secara umum.
Indonesia sendiri tak boleh berkecil
hati. Meskipun hanya di beberapa arena pertempuran prajurit Indonesia bisa
tampil kompetitif, hal itu tak boleh menyurutkan niat rakyat Indonesia untuk
memberikan dukungan optimal. Justru lantaran peluang untuk meraih emas di
Olimpiade masih kecil bagi Indonesia di setiap gelarannya, maka itu artinya
emas Olimpiade benar-benar sangat berharga. Satu emas Olimpiade sudah akan
menjadi kebanggaan. Karena itu, yang dibutuhkan para pejuang di lapangan adalah
dukungan demi dukungan.
Karena itu, untuk mengatasi kondisi
yang cenderung masih adem-ayem di beberapa hari jelang pertandingan
dimulai, tentunya mari berharap terjadinya perubahan gejolak. Dengan makin
mudahnya akses informasi yang bisa diperoleh masyarakat dari seluruh penjuru
dunia, diharapkan akan makin banyak rakyat Indonesia yang antusias mendukung
perjuangan para atlet Indonesia dan menantikan keberhasilannya. Semakin intens
terdengarnya pembicaraan tentang kiprah atlet Indonesia di berbagai lokasi dan
suasana, maka itu berarti semakin tinggi animo dan kepedulian masyarakat
terhadap perjuangan atlet Indonesia. Selamat berjuang atlet Indonesia! Selamat
memberikan dukungan rakyat Indonesia!