LeBron James. Sebuah nama fenomenal yang sudah selalu
diperbincangkan sejak kedatangannya di NBA. Tidak perlu banyak bicara, James
memang langsung menjadi sorotan ketika terpilih sebagai draft pertama yang
diambil oleh Cleveland Cavaliers di tahun 2003 lalu. Prestasinya di tingkat
sekolah dan universitas menjadi jaminan mutu bahwa James akan mudah menjadi
bintang di NBA.
Benar saja, kepiawaian James sebagai seorang pebasket telah
membuat sebuah perubahan besar di Cleveland Cavaliers. Tim yang dulunya
merupakan tim semenjana perlahan tapi pasti menjadi tim besar, hebat, dan
disegani. Julukan ‘King’ pun kemudian
melekat pada James sebagai pertanda kehebatannya.
Bersama James, Cavaliers mampu menapak final NBA pada tahun
2007 sebelum akhirnya mereka dilumat oleh San Antonio Spurs 0-4. Keberhasilan
masuk final untuk pertama kali ini diyakin akan disusul kesuksesan Cavaliers
dan James memenangkan titel NBA pada tahun-tahun berikutnya.
Namun hingga musim 2010 berakhir, Cavaliers tak mampu juga
menjadi juara, bahkan untuk menjejakkan kaki kembali ke final NBA pun tak
sanggup. James, sang Raja pun membuat sebuah keputusan yang fenomenal. Dia
turun dari tahta sebagai Raja di Cavaliers untuk memutuskan hijrah ke Miami
Heat. Di Heat sendiri sudah ada Dwyane Wade yang merupakan ikon tersebut dan
juga disaat bersamaan datang Chris Bosh. Ketiga pria ini bertekad bahu-membahu
meraih titel juara NBA bersama-sama.
Lengsernya James dari tahta di Cavaliers menimbulkan banyak
cemooh dari tiap orang. James dianggap tak bermental baja dan memilih jalur
singkat. Dia dianggap tak sepadan dengan Michael Jordan yang tetap sabar
bermain di Chicago Bulls sampai tiba masanya Bulls memasuki era juara. Namun
James jelas memiliki kendali terhadap hidupnya sendiri. Ia ingin segera
mengakhiri julukan ‘King of No Ring’
atau ‘King Without Ring’ yang selama
ini menghinggapi dirinya. Apalah artinya julukan raja jika tanpa pernah memenangi mahkota juara? Dan bergabung dengan Heat adalah cara terbaik untuk
meningkatkan presentase keberhasilan itu.
Masuk ke tim Heat, James pun harus membagi porsinya dengan
Wade dan Bosh. Di satu sisi, James tak diperlakukan seistimewa di Cavaliers
namun sisi positifnya, ketika tim tengah kesulitan, James tak harus menanggung
beban itu sendirian.
Saat Heat gagal di final NBA tahun lalu adalah contoh yang
pas mengenai keputusan James untuk pindah. Andai James dan Cavaliers yang lolos
ke final tahun lalu dan kembali gagal, maka James akan menjadi sasaran tembak
sendirian. Bersama Heat, maka sosok The Big Three, dirinya bersama Wade dan
Bosh lah yang dipersalahkan.
Walaupun tak sedominan di Cavaliers, sejatinya James tetap
pemegang kendali utama permainan di Heat. Usia Wade yang dua tahun lebih tua
darinya plus Bosh yang memang tak bisa jadi pemeran utama mendorong James untuk
kembali menjadi pemeran utama di Heat. Julukan King pun tak sepenuhnya luntur
karena James masih memegang kendali permainan. Saat Heat terdesak, James pun
yang didaulat sebagai penanggung beban. Perbedaan utama terletak dari segi bantuan. Hadirnya Wade
dan Bosh memberikan ketenangan yang lebih dalam diri James, sebuah hal yang
tidak didapatkan James di Cavaliers sebelumnya
.
Kini James telah jadi raja seutuhnya. Raja dengan mahkota.
Raja dengan cincin juara NBA melingkar di jarinya. Bahkan bukan tak mungkin,
bukan kali ini saja James bersama Heat berjaya, bisa jadi mereka terus berkuasa
di tahun-tahun berikutnya. Sukses James adalah sukses sebuah keputusan. James
memutuskan bahwa dia tak bisa menjadi juara jika terus berjuang sendirian
seperti di Cavaliers. Dia butuh teman-teman yang lebih kuat dan itulah yang dia
dapat di Heat. Bola basket adalah olahraga tim dan juara milik tim terbaik dan
belum tentu milik pemain terbaik. Namun untuk tahun ini, James mendapatkan
keduanya, karena MVP Reguler dan MVP
Final, plus titel perdana NBA semua ada dalam genggamannya.
-Putra Permata Tegar Idaman-