Kamis, 29 Desember 2011

Senyum Miris Bulu Tangkis

Catatan Akhir Tahun

Putra Permata Tegar Idaman

 

Senyum Miris Bulu Tangkis

 

Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) tersenyum saat tim bulu tangkis Indonesia sukses melampaui target pada ajang SEA Games XXVI/2011 lalu. Namun, senyum yang terlihat lebih seperti senyum miris mengingat sejatinya banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan dan tantangan berat yang akan menanti di depan.

Bukan bermaksud meremehkan kerja keras para pebulu tangkis Indonesia di ajang SEA Games, namun sejatinya sukses di SEA Games bukanlah sebuah sukses yang patut dikedepankan karena memang sejak zaman dahulu, sukses di SEA Games adalah hal biasa dan lumrah bagi Indonesia.

Karena itulah, sukses di SEA Games tak mampu menutupi luka karena kering prestasi sepanjang musim yang dialami pebulu tangkis Indonesia. Dari 25 kesempatan meraih gelar di Premier Super Series, Indonesia gagal mendapatkannya. Dari 35 kesempatan meraih titel di Super Series, Indonesia hanya mampu meraih dua titel juara lewat Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di India Terbuka dan Singapura Terbuka.

Belum lagi jika berbicara soal Piala Sudirman yang kembali gagal didapat ataupun kejuaraan dunia yang kembali kita lewati tanpa gelar juara. Sudah sejak 1989 Indonesia gagal meraih Piala Sudirman dan untuk kejuaraan dunia, ini adalah ketiga kalinya secara beruntun dalam penyelenggaraan kejuaraan dunia, Indonesia gagal meraup gelar juara.

Lupakan hal yang telah lewat di belakang, tak berarti PBSI bebas tantangan dan halangan di depan. Pada tahun 2012 nanti ada ajang Piala Thomas dan Uber serta Olimpiade di London. Kebetulan pula, tahun depan adalah tahun terakhir dari periode kepengurusan PBSI di bawah Djoko Santoso.

Mungkin kegagalan di Piala Thomas dan Uber bisa dimaafkan karena memang sudah lama juga Indonesia tak bisa meraih dua piala supermasi beregu putra dan beregu putri ini. Namun, gagal meneruskan tradisi Olimpiade adalah dosa besar karena itu berarti memutus rantai prestasi yang mulai disusun sejak di Barcelona tahun 1992.

Menilik pemain yang ada, Indonesia dan PBSI pun harus mengelus dada. Taufik Hidayat dan Markis Kido/Hendra Setiawan berterus terang sudah mengalami penurunan sementara Mohammad Ahsan/Bona Septano dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir belumlah benar-benar konsisten dalam tiap turnamen. Tidak ada wakil Indonesia yang benar-benar dalam posisi jagoan saat Olimpiade tinggal tersisa tujuh bulan.

Tambahan lagi, cabang bulu tangkis pada Olimpiade mendatang menggunakan sistem round robin dimana para pebulu tangkis akan masuk dalam grup terlebih dulu sebelum masuk fase sistem gugur, bukan lagi langsung tergelar dalam sistem gugur sejak awal. Sistem round robin berarti semakin meminimalisir terjadinya kejutan karena paling tidak tiap pemain harus memainkan 2-4 partai di babak penyisihan grup terlebih dulu dan harus konsisten di tiap partai tersebut.

Persiapan dan langkah strategis harus segera dilakukan PBSI yang pastinya harus mendapat dukungan dari Pemerintah dan pihak lainnya. Jika tahun 2011 PBSI masih bisa tersenyum miris karena ada ajang SEA Games yang mampu sedikit menyelamatkan muka mereka, maka jangan sampai pada tahun depan PBSI dan Indonesia dibuat menangis karena hilangnya sebuah tradisi emas Olimpiade.

Sabtu, 03 Desember 2011

Positif-Negatif PBSI 2009-2011


Kepengurusan PBSI era Djoko Santoso sudah memasuki tahun terakhirnya. Dalam tiga tahun ini, sudah banyak langkah-langkah yang mereka lakukan bagi kemajuan bulu tangkis Indonesia. Namun tentunya tidak semua kebijakan mereka terbukti tepat dan berhasil. Berikut langkah positif dan negatif dalam sudut pandang saya.

POSITIF

+ Membentuk tim Pratama pada tahun 2009. Tim ini diproyeksikan menjadi andalan Indonesia dalam 2-3 tahun setelah tahun 2009. Mereka menjalani latihan berat di Akademi Militer selama enam bulan dan sepulangnya dari sana, mereka menjadi pribadi yang disiplin, memiliki semangat tinggi, dan berkemauan keras

+Memenuhi target empat medali emas yang dicanangkan pada SEA Games 2009. Jumlah ini sendiri sejatinya lebih sedikit dari torehan dua tahun sebelumnya dimana Indonesia sukses menyabet tujuh emas di SEA Games 2007

+Melihat prestasi mengkilap Taufik Hidayat di luar pelatnas, PBSI tak segan dan gengsi memanggil Taufik masuk dalam skuat Piala Thomas 2010. Sebuah acungan jempol bagi sikap PBSI meskipun hanya berbuah gelar runner up lantaran Indonesia kalah dari Cina

+ Kembali memanggil pemain di luar pelatnas untuk Asian Games 2010 seperti Taufik Hidayat dan Markis Kido/Hendra Setiawan. Hal ini berbuah sumbangan 1 medali emas dari Kido/Hendra.

+Menghasilkan juara dunia junior bagi Indonesia untuk pertama kalinya sejak tahun 1992, meskipun sang juara, Alfian Eko/Gloria Emanuelle bukanlah pemain yang sudah bernaung di pelatnas

+Meraih lima medali emas pada ajang SEA Games 2011. Target yang dicanangkan PBSI sendiri untuk turnamen ini adalah empat medali emas. Pada ajang ini pula PBSI tanpa sungkan memanggil para pemain yang berada di luar pelatnas seperti  Taufik, Kido/Hendra, Tommy Sugiarto, dan Vita/Nadya

NEGATIF

- Membiarkan Taufik Hidayat keluar begitu saja dari pelatnas pada tahun 2009. Alasannya, hanya boleh ada satu pelatih di tiap nomor. Taufik memilih tetap bertahan dengan Mulyo Handoyo dan meninggalkan pelatnas serta berkarir mandiri. Eksodus pemain pertama di tengah aktif yang nantinya akhirnya menjadi tren. “Berat bagi saya untuk tinggalkan pelatnas karena semua yang ada di sana sudah seperti keluarga,” kata Taufik waktu itu.

- Memberi nilai kontrak kepada Vita Marissa dengan angka yang lebih kecil dengan disertai alasan yang tidak masuk akal. Vita yang baru dipecah pasangannya dengan Flandy Limpele dan baru mulai dipasangkan dengan Muhammad Rijal dianggap mengalami penurunan prestasi. Alasan tidak berada di papan atas jelas alasan yang dibuat-buat karena Vita baru punya waktu beberapa bulan bersama Rijal. Itu pun dia sudah sukses menjadi juara di Jepang SS. Vita menolak nilai kontrak dan hengkang dari pelatnas (masih 2009). “Saya sudah berkorban dan memberikan segalanya untuk kepentingan bangsa namun balasan yang saya terima seperti ini.”

- Gagal merebut Piala Sudirman meskipun memang Indonesia tak diunggulkan dalam turnamen ini sejak awal. Namun yang patut menjadi catatan, Indonesia tak bisa menembus final seperti torehan dua tahun sebelumnya karena kalah dari Korea di semifinal

-Benih-benih perselisihan dengan Markis Kido/Hendra Setiawan mulai dirintis di Kejuaraan Dunia 2009. Markis Kido yang yakin sudah sembuh dari darah tinggi dilarang tampil di kejuaraan dunia. PBSI berkata “Kalau ada apa-apa bukan tanggung jawab kami. Silahkan kalau ingin maju.” Sementara Kido sendiri berkata,”Saya maunya main dulu, baru nanti kalo tak sanggup saya mundur dan tak memaksakan diri. Komentar PBSI seperti itu seolah-olah ada apa-apa dan akan melempar tanggung jawab.”

-Kido memutuskan keluar dari pelatnas pada tahun 2010 karena dengan alasan kesehatan dan tak lagi bisa berlatih keras sehingga lebih baik baginya untuk berkarir di luar pelatnas dengan program yang ia buat sendiri. Hendra ikut keluar dari pelatnas karena tetap ingin berduet dengan Kido. Keluarnya Kido/Hendra ini jelas bermula dari peristiwa persiapan kejuaraan dunia 2009

-Pelatnas Pratama programnya mulai tidak jelas. Banyak yang jarang mendapatkan kesempatan untuk terjun di sebuah turnamen. Pribadi disiplin dan semangat pun mulai luntur perlahan-lahan dari diri mereka. Di tahun 2011, status utama-pratama pun ditiadakan

-Masuknya Li Mao ke pelatnas tanpa bisa seorang pun merinci detail proses kedatangannya. Adanya Li Mao di pelatnas membuat perubahan komposisi. Christian Hadinata kini hanya menjadi koordinator pelatih ganda sementara Li Mao koordinator pelatih tunggal.

-Situasi di nomor tunggal pelatnas tak kondusif sejak kedatangan Li Mao. Sarwendah Kusumawardhani yang sebelumnya sudah diminta menjadi asisten pelatih di tunggal putri pun mengundurkan diri. Marleve Mainaky yang berstatus pelatih tunggal putri pun turut mengundurkan diri beberapa bulan kemudian karena merasa tak cocok dengan Li Mao.



-Prestasi di turnamen BWF tak menggembirakan. yang terparah adalah hampa gelar di Indonesia Terbuka dan Kejuaraan Dunia selama tiga tahun beruntun, 2009-2011



Jumat, 02 Desember 2011

Setengah Tahun ke Depan, Pemain Harus Bekerja Keras



Berbicara peluang bulu tangkis Indonesia di kancah Olimpiade, tentu tak lepas ingatan kita pada sosok Susi Susanti, pebulu tangkis Indonesia yang memulai tradisi medali emas bulu tangkis di ajang Olimpiade pada Olimpiade Barcelona 1992. Meskipun sudah lama gantung raket, Susi masih terus menaruh perhatian pada perkembangan bulu tangkis Indonesia. Bagaimana pendapat Susi, berikut petikan wawancaranya kepada TopSkor :

Bagaimana peluang Indonesia melihat prestasi para pebulu tangkisnya sejauh ini ?
Kalo mau jujur, bisa dibilang peluang Indonesia untuk Olimpiade tahun depan cukup berat karena prestasi para pebulu tangkis tahun Indonesia tahun ini pun bisa dibilang kurang memuaskan. Mengaca pada hal tersebut, rasanya Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir adalah wakil yang paling layak dijagokan untuk meraih medali emas.

Melihat permainan Tontowi/Liliyana yang belakangan ini justru menurun, apa pendapat anda ?
Grafik naik-turun seorang atlet itu wajar. Mereka terutama Tontowi harus menyadari bahwa kalah di satu turnamen tidak berdampak apa-apa di turnamen berikutnya. Karena itu begitu kalah, mereka harus kembali menata diri dan mempersiapkan diri lebih baik lagi di turnamen selanjutnya karena saya lihat mereka memiliki potensi.

Bagaimana dengan peluang pemain lainnya ?
Mohammad Ahsan/Bona Septano juga memiliki kans untuk diandalkan. Begitu juga para pemain senior macam Taufik Hidayat dan Markis Kido/Hendra Setiawan meskipun secara statistik mereka saat ini sudah menunjukkan penurunan. Yang pasti, seluruh pemain Indonesia harus bekerja keras dalam setengah tahun depan untuk menunjukkan bahwa mereka siap menghadapi Olimpiade tahun depan.

Jika nantinya saat pelaksanaan Olimpiade para pebulu tangkis Indonesia gagal menempati unggulan empat besar, apakah itu berarti kans Indonesia untuk jadi juara semakin mengecil ?
Tidak juga karena bagaimanapun di setiap turnamen, potensi kejutan itu selalu ada. Alan Budikusuma bisa jadi contoh konkret. Di Olimpiade Barcelona, dirinya di luar posisi unggulan empat besar namun bisa keluar sebagai juara. Jadi jika bicara soal peluang, maka hal itu tetaplah ada

Apa arti Olimpiade bagi seorang pebulu tangkis ?
Olimpiade adalah turnamen yang paling sulit dimenangi oleh pebulu tangkis karena durasi kompetisi ini empat tahun sekali. Itu berarti kans untuk seorang pemain berada di posisi puncak atau peak performance mungkin hanya terjadi sekali saja sepanjang karirnya. Contohnya saya, saat tampil di Olimpiade Atlanta 1996, performa saya, saya nilai sudah menurun meskipun masih berhasil meraih perunggu. Karena itu untuk pemain Indonesia, manfaatkan kesempatan yang ada!