Sabtu, 25 Juni 2011

Istora, Istana Teror dari Indonesia




Teriakan abisin! abisin! menggema di seluruh penjuru Istora Gelora Bung Karno pada gelaran Djarum Indonesia Terbuka Premier Super Series 2011. Teriakan yang berarti permintaan untuk menuntaskan permainan itu ditujukan kepada Greysia Polii/Meiliana Jauhari yang tengah unggul 22-21 atas Ma Jin/Pan Pan. Sekejap kemudian, Greysia/Meiliana sukses mewujudkan harapan tersebut dan jadilah Istora semakin bergemuruh dan bergelora.

Istora boleh saja tak memiliki kapasitas sebesar National Indoor Stadium (Inggris), Putra Indoor Stadium (Malaysia), maupun Singapore Indoor Stadium (Singapura). Namun jika ditanya soal teror penoton yang ada, maka Istora boleh berbangga. Kehebatan dan kekompakan para penggemar yang memadati sekitar 8000 kursi di Istora sudah terkenal hingga seluruh penjuru dunia.

“Sulit untuk bisa bermain baik di Indonesia. Penonton begitu riuh mendukung lawan sehingga kami kesulitan bermain dengan tempo yang sebenarnya,” ucap Pan Pan seusai pertandingan.

Bukan hanya Pan Pan yang sering berbuat error lantaran terkena teror, pebulu tangkis sekaliber Lin Dan pun belum bisa membuat Istora bertekuk lutut di hadapannya. Gelar Indonesia Terbuka menjadi salah satu gelar yang belum berhasil didapatkannya, meskipun titel All England, Olimpiade, Asian Games, dan berbagai gelar super series sudah dikantonginya.

“Saya tak pernah bisa menjadi favorit jika tampil di sini. Tekanan penonton begitu besar dan itu menjadi salah satu faktor di luar lapangan yang sangat menentukan,” papar Lin Dan.

Memang, tak ada pemain yang bakal bisa tampil nyaman di Istora selain pemain Indonesia sendiri. Selain bunyi-bunyi pukulan yang berasal dari balon berbentuk panjang, seruan IN-DO-NE-SIA, serta teriakan eeaa-huuu juga menjadi pemandangan rutin di tiap pergantian angka. Sekali bersikap bermusuhan dengan penonton Istora, maka siap-siap menerima akibatnya karena penonton Istora tak akan pernah lupa.

Robert Mateusiak/Nadiezda Zieba jadi contohnya. Tahun lalu, boleh mereka berhasil menjadi juara dan tersenyum penuh kemenangan di tengah sorakan penonton Istora. Namun begitu tahun ini mereka kembali, publik Istora tak lupa siapa mereka. Jadilah publik Istora semakin menggila mengutuk mereka sejak pertandingan dibuka. Untuk kali ini, tawa kemenangan pun jadi milik penonton lantaran Robert/Nadiezda langsung tumbang di babak pertama.

Meski menghadirkan teror, banyak pula pemain asing yang rindu dengan suasana keriuhan Istora. “Tidak ada penonton yang lebih gila selain di Indonesia,” ucap Tine Baun. “Saya senang dengan situasi riuh dan berisik seperti ini. Benar-benar atmosfer yang menyenangkan,” Jenny Wallwork (Inggris) menimpali.

Sementara itu untuk pebulu tangkis Indonesia, Istora akan selalu menjadi penyangga. “Semangat selalu berlipat tiap tampil di sini,” Greysia menegaskan.

Istora, Istana Teror dari Indonesia




Teriakan abisin! abisin! menggema di seluruh penjuru Istora Gelora Bung Karno pada gelaran Djarum Indonesia Terbuka Premier Super Series 2011. Teriakan yang berarti permintaan untuk menuntaskan permainan itu ditujukan kepada Greysia Polii/Meiliana Jauhari yang tengah unggul 22-21 atas Ma Jin/Pan Pan. Sekejap kemudian, Greysia/Meiliana sukses mewujudkan harapan tersebut dan jadilah Istora semakin bergemuruh dan bergelora.

Istora boleh saja tak memiliki kapasitas sebesar National Indoor Stadium (Inggris), Putra Indoor Stadium (Malaysia), maupun Singapore Indoor Stadium (Singapura). Namun jika ditanya soal teror penoton yang ada, maka Istora boleh berbangga. Kehebatan dan kekompakan para penggemar yang memadati sekitar 8000 kursi di Istora sudah terkenal hingga seluruh penjuru dunia.

“Sulit untuk bisa bermain baik di Indonesia. Penonton begitu riuh mendukung lawan sehingga kami kesulitan bermain dengan tempo yang sebenarnya,” ucap Pan Pan seusai pertandingan.

Bukan hanya Pan Pan yang sering berbuat error lantaran terkena teror, pebulu tangkis sekaliber Lin Dan pun belum bisa membuat Istora bertekuk lutut di hadapannya. Gelar Indonesia Terbuka menjadi salah satu gelar yang belum berhasil didapatkannya, meskipun titel All England, Olimpiade, Asian Games, dan berbagai gelar super series sudah dikantonginya.

“Saya tak pernah bisa menjadi favorit jika tampil di sini. Tekanan penonton begitu besar dan itu menjadi salah satu faktor di luar lapangan yang sangat menentukan,” papar Lin Dan.

Memang, tak ada pemain yang bakal bisa tampil nyaman di Istora selain pemain Indonesia sendiri. Selain bunyi-bunyi pukulan yang berasal dari balon berbentuk panjang, seruan IN-DO-NE-SIA, serta teriakan eeaa-huuu juga menjadi pemandangan rutin di tiap pergantian angka. Sekali bersikap bermusuhan dengan penonton Istora, maka siap-siap menerima akibatnya karena penonton Istora tak akan pernah lupa.

Robert Mateusiak/Nadiezda Zieba jadi contohnya. Tahun lalu, boleh mereka berhasil menjadi juara dan tersenyum penuh kemenangan di tengah sorakan penonton Istora. Namun begitu tahun ini mereka kembali, publik Istora tak lupa siapa mereka. Jadilah publik Istora semakin menggila mengutuk mereka sejak pertandingan dibuka. Untuk kali ini, tawa kemenangan pun jadi milik penonton lantaran Robert/Nadiezda langsung tumbang di babak pertama.

Meski menghadirkan teror, banyak pula pemain asing yang rindu dengan suasana keriuhan Istora. “Tidak ada penonton yang lebih gila selain di Indonesia,” ucap Tine Baun. “Saya senang dengan situasi riuh dan berisik seperti ini. Benar-benar atmosfer yang menyenangkan,” Jenny Wallwork (Inggris) menimpali.

Sementara itu untuk pebulu tangkis Indonesia, Istora akan selalu menjadi penyangga. “Semangat selalu berlipat tiap tampil di sini,” Greysia menegaskan.